Antropolog Etty Indriati tentang Kain Batik Bersejarah
Ia mengoleksi kain-kain yang merekam kondisi sosial di masa lalu.
13 Mar 2013


Etty Indriati, antropolog dan juga ahli forensik ini, mempunyai sejumlah hobi di tengah kesibukannya mengajar di kampus atau membimbing mahasiswa-mahasiswanya. Selain melukis dan membuat patung, ia mengoleksi kain-kain batik tulis.  Jumlah koleksinya lebih dari 2.000 helai.

“Yang tertua berasal dari tahun 1890,” katanya.

Tiap helai batiknya memiliki sejarah. Tidak hanya sejarah sang pembuat, melainkan juga sejarah Indonesia.

Ia kemudian bercerita tentang batik “pagi sore”. 

“Disebut juga batik Hokkokai. Waktu kita dijajah oleh Jepang, kain sangat langka karena dirampas Jepang. Akibatnya, motif batik jadi tumpang-tindih, seperti tabrak lari komposisi nya, untuk menghemat kain,” tutur Etty.

Ia lalu memperlihatkan sehelai batik dengan  sebuah garis miring melintang di bagian tengahnya, membagi dua motif serta komposisi warna yang berbeda, seakan dua helai kain yang berbeda.

Koleksi favorit Etty? Sehelai  kain batik Kudus yang dibuat pada 1930.

“Nama pembatiknya, Lie Boen Im.  Dulu ada keluarga kaya yang menyuruh Boen Im membuat kain batik khusus buat mereka. Nah, ini salah satunya,” ujarnya.

Daya artistik sang pembatik yang luar biasa, ketelitiannya, kerapiannya, kepedulian pada detail, motif dan komposisi warnanya yang indah serta mengesankan tiga dimensi, membuat Etty menyatakan, “Kalau ada hadiah Nobel untuk seni lukis, batik Boen Im ini merupakan karya yang layak memperolehnya.”

Etty memajang kain-kain batiknya secara bergantian untuk dipandangnya setiap hari di rumah. "Senang sekali  melihat kain-kain itu." Nada suaranya riang. Ia juga mengenakan kain-kain tersebut ke acara tertentu, kecuali yang umurnya sudah terlalu tua. Prinsip Etty, “You’re wearing your art.". (LC) Fotografer: Adimodel, Pengarah Gaya: Freddy Martin

 

Author

DEWI INDONESIA