Doa Pagi Penulis Buku Ayu Utami
Kini, penulis buku-buku laris ini selalu membuka harinya dengan doa yang panjangnya 140 karakter.
31 Jan 2013


#doapagi Semoga waktu tidak meninggalkan kami.
Begitu tulis Ayu Utami lewat akun twitternya @BilanganFu Rabu (30/1) pagi kemarin. Penulis buku-buku laris seperti Saman, Larung, Parasit Lajang, dan Bilangan Fu ini memang selalu mengawali kicauannya di sosial media Twitter dengan serangkai kalimat yang ia beri hashtag #doapagi. Harapan akan hal-hal baik ia tuliskan dengan bahasa yang lugas, lugu namun tak jarang sekaligus nakal dan jenaka. Ayu mengaku belum terlalu lama aktif di sosial media, khususnya Twitter. “Saya tergolong yang agak telat masuk. Dulu saya malu dan canggung kalau harus mempromosikan diri sendiri. Kayak putri keraton yang malu dan gengsi memperlihatkan diri kepada lelaki,” kata Ayu sembari tertawa.

Kalau akhirnya Ayu terjun dan kini menjadi begitu familiar dengan sosial media, itu karena pada suatu titik, penulis buku Cerita Cinta Enrico yang terpilih sebagai salah satu finalis Khatulistiwa Literary Award tahun 2012 lalu merasa sosial media adalah ‘bahasa’ baru yang harus dipelajarinya. “Siapa pun yang tidak menggunakannya  akan tertinggal dalam pergaulan,” katanya beranalogi. Bienal Sastra Salihara 2011 bertema Klasik Nan Asyik yang ia ketuai adalah salah satu alasan penting yang membuat Ayu akhirnya mau mencoba masuk ke jejaring sosial media. “Saya memakai akun twitter saya sebagai sarana mempromosikan Bienal Sastra. Ketika itulah saya sadar bahwa media sosial adalah bahasa baru yang sangat penting dan bermanfaat,” katanya. Ia mengaku promosi di sosial media membantu sosialisasi acara tersebut secara signifikan.

Pelan tapi pasti, paradigmanya tentang sosial media berubah. Ketika akan meluncurkan novel Lalita pertengahan 2012 lalu, Ayu tak ragu menjajal kembali metode promosi yang pernah ia terapkan. “Saya tak lagi malu dan enggan mempromosikan karya sendiri seperti sebelum Bienal Sastra. Sebab, bahkan ide-ide yang kita perjuangkan pun harus “dijual” dengan bahasa yang berlaku dan sekarang ini bahasanya ya bahasa sosial media. Saya kan tidak cuma jual buku, tapi juga mau memperkenalkan ide-ide. Tapi di zaman ini ide-ide itu harus dijual dengan bahasa yang dikenal. Agaknya, di era kapitalisme ini, perkara menjual dan membeli adalah juga perkara bahasa.,” katanya. Novel Lalita menangguk sukses dan menjadi best seller bahkan sebelum buku itu resmi diterbitkan. Kesuksesan itu yang saat ini tengah coba diulang kembali oleh Ayu yang sedang mempromosikan novel terbarunya Pengakuan: Eks Parasit Lajang yang merupakan lanjutan dari novel terdahulunya, Parasit Lajang, dan Cerita Cinta Enrico.

Kini, selain hashtag #doapagi yang ia kicaukan saban pagi, Ayu juga punya hashtag baru #Pengakuan dan #ParasitLajang yang kadang-kadang berseliweran di linimasanya sepanjang hari. Aktivitasnya di sosial media mendapat sambutan hangat dari pembaca karya-karyanya. “Banyak yang mengaku senangbisa berinteraksi langsung. Saya juga senang karena bisa tahu isi kepala pembaca saya,” katanya ringan. Tampaknya, keakraban memang bisa membuat siapa saja riang. (ISA). Foto: Dok. Femina Group

 

Author

DEWI INDONESIA