Film-Film yang Mengubah Hidup Empat Perempuan Sineas Indonesia
Nia Dinata, Lola Amaria, Lala Timothy dan Mouly Surya berbagi tentang film favorit.
7 Jun 2013



Di salah satu ruang di galeri seni Kunstkring, Jakarta,  empat perempuan sineas duduk mengeliling meja untuk memperbincangkan dunia perfilman Indonesia dalam acara minum teh bersama.  Masing-masing terkesan dengan sejumlah film, yang telah mengubah pandangan dunia mereka, menginspirasi dan  bahkan, mengubah hidup mereka.

Apa saja film-film istimewa itu?

Mouly    : film-film Stanley Kubrick.

Kubrick adalah sutradara Amerika, dengan filmnya yang melegenda Spartacus, drama epik tentang budak yang melawan Republik Roma. Latar waktu kisah ini adalah abad ke-1 Sebelum Masehi.  Selain itu, ia juga mencipta film horor The Shining, yang modern dan kaya dengan metafora serta  lapisan-lapisan tafsir. Film ini mendefinisikan horor sebagai peristiwa yang menghantui karakter utamanya dan karakter yang secara psikologis terganggu tadi akhirnya menjadi horor bagi yang lain. Tak  bisa dilihat hanya sebagai film horor, The Shining memadu  thriller dan drama psikologis. Filmnya yang lain, Lolita, yang diadaptasi dari novel Vladimir Nabokov, menampilkan hubungan erotik seorang pria dewasa dan gadis belasan yang dianggap melanggar tabu dan susila masyarakat di masa tersebut.

Lala    : Selalu menonton film perang sejak kecil, dengan ayah. Film perang terbaik tentang perang Vietnam adalah Platoon yang disutradarai Oliver Stone.  

Film ini menampilkan perspektif baru tentang perang Vietnam. Sosok-sosok prajuritnya tak luput dari rasa jeri dan  dan tidak selamanya pahlawan, di sebuah perang berkepanjangan yang paling mengecewakan serta  mendatangkan trauma bagi negara Amerika.  Dalam kenyataan, imbas perang Vietnam juga menghancurkan negara lain, seperti Kamboja, dan melibatkan perseteruan tiga kelompok politik besar negara di dunia yang berlaga untuk berebut pengaruh strategis dan sumber daya alam di Asia Tenggara: Amerika dan sekutunya, Tiongkok dan sekutunya, Rusia dan sekutunya.

Nia    : Cinema Paradiso, Monsoon Weeding dan film-film Pedro Almodovar,

Cinema Paradiso mengesankan, karena kehalusan  cerita yang ditulis sendiri oleh sang sutradara Giuseppe Tornatore dan membuat para penontonnya menemukan kembali pengalaman mereka di masa kanak-kanak yang makin jauh. Film ini mengisahkan masa kanak-kanak seseorang yang jatuh cinta kepada film dan persahabatan yang mengharukan.  Monsoon Wedding bertumpu di seputar persiapan pernikahan agung dalam sebuah keluarga India. Seorang gadis harus mengakhiri kisah cintanya untuk menikahi  lelaki yang dijodohkan dengannya. Sementara Almodovar terkenal dengan ramuan humor, drama dan kejutannya yang khas di setiap film.

Lola    : Film-film Sjumandjaja dan Teguh Karya. Saya menyukai film-film mereka, karena selalu mengetengahkan hal-hal sederhana dalam hidup, tentang relasi orangtua dan anak, ataupun kasus-kasus sosial.

Keduanya sutradara Indonesia dan sudah almarhum. Film drama Sjumandjaja yang terkenal, Kabut Sutra Ungu dan Kerikil-Kerikit tajam. Teguh karya mendirikan Teater Populer, yang melahirkan pemeran film Tuti Indra Malaon, yang kemampuan serta kematangan aktingnya tak tergantikan hingga kini. Christine Hakim, Slamet Rahardjo, Alex Komang dan Niniek L. Karim merupakan aktris dan aktor terkemuka Indonesia yang pernah berperan di film-filmnya. Film-film Teguh, antara lain Badai pasti Berlalu, Ponirah Terpidana, Ibunda dan Pacar Ketinggalan Kereta. Ia membuat film drama realis mengalami masa puncak dalam hal mutu. (LC) Foto: Dok. Dewi

*) Perbincangan lebih mendalam dengan mereka dapat disimak di Majalah Dewi edisi Juli 2013

 

Author

DEWI INDONESIA