Jalan Panjang Seniman Tionghoa
Catatan seniman-seniman keturunan tionghoa yang menghidupkan Indonesia.
7 Jul 2012


1 / 2

Eksistensi seniman keturunan tionghoa di Indonesia sesungguhnya sudah berlangsung lama. Di era Soekarno, dua orang seniman Lee Man Fong dan Lim Wasim telah dipercaya menjadi pelukis istana oleh presiden pertama RI. Namun studi sejarah dan perkembangan seniman keturunan Tinnghoa ternyata seperti luput dari perhatian para pemerhati dan peneliti seni dan budaya.

Hal ini terungkap saat kurator Enin Supriyanto memberikan presentasi tentang perkembangan seniman keturunan Tionghoa kepada rombongan The Association of Regional Centers for Asian Studies (ARCAS) di Edwin’s Gallery, Jakarta, Juni lalu. “Tidak banyak sumber yang melakukan ini (studi perkembangan seniman Indo-Chinese). Saya saja kalau tidak diminta pihak galeri untuk memberikan presentasi, mungkin akan lupa memberikan atensi kepada hal ini,” ungkapnya yang lebih memilih penggunaan istilah Indo-Chinese dibandingkan keturunan Tionghoa.

Dalam presentasi yang kemudian dipaparkan Enin, posisi seniman Tionghoa di Tanah Air cukup memberikan banyak warna bagi sejarah seni domestik, baik di zaman Orde Lama dan Baru, hingga pada masa reformasi. Enin misalnya merujuk pada partisipasi FX Harsono dalam gerakan seni rupa baru Indonesia pada 1975. Bersama beberapa rekannya seperti Jim Supangkat, gerakan ini membawa napas seni modern.

Berbagai orde yang terjadi di Tanah Air juga membuat karya para seniman keturunan bervariasi. Berbagai perlakuan negatif yang diterima keturunan Tionghoa selama Orde Lama misalnya, lantas “diteriakkan” ketika keran kebebasan bereskpresi dibuka pada zaman reformasi. Tintin Wulia misalnya sempat membuat instalasi seni berjudul Invasion (2008), yang menampilkan layang-layang yang terbuat dari photo copy akte kelahiran yang tersobek silet. “Ini protes atas isu Indo China di Indonesia,” ungkap Enin. (RZ)

 

Author

DEWI INDONESIA