Kemeparekraf dan Koalisi Seni Indonesia Gelar Diskusi Membahas Dukungan Berkelanjutan untuk Seni
Perlu cara yang lebih strategis untuk memastikan seni bisa berkembang dan jadi kekuatan. Hal itu terungkap dalam bincang-bincang The Art of Giving: Dukungan Berkelanjutan Untuk Kesenian.
14 Feb 2014


Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) serta Koalisi Seni Indonesia (KSI) mengadakan pertemuan dengan para pengusaha Indonesia untuk mengajak mereka mendiskusikan strategi yang efektif untuk memajukan seni budaya dan ekonomi kreatif Indonesia. “Sudah waktunya kita mempunyai strategi untuk mendukung perkembangan kesenian Indonesia  secara berkelanjutan sehingga dapat berkembang dan menjadi kekuatan untuk mengangkat bangsa ini,” Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kratif (Menparekraf) mengatakan dalam presentasinya Rabu (12/2) malam lalu di Bali Room Hotel Indonesia Kempinski Jakarta.

Selain Mari, diskusi yang dipandu Jaya Suprana itu juga menghadirkan pembicara lain, yakni Goenawan Mohamad dan Abduh Aziz dari KSI, serta Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Bambang Brojonegoro. Menurut data yang disampaikan dalam siaran pers acara tersebut, KSI mengestimasi terjadinya penurunan jumlah kelompok atau organisasi kesenian yang cukup signifikan sepanjang 13 tahun terakhir. Dari jumlah yang mencapai 3.800 kelompok pada 2000, menurun menjadi 2.400 pada 2004, dan diperkirakan pada 2013 kemarin, hanya tinggal 1000 kelompok kesenian di Indonesia yang disebabkan antara lain karena kurangnya dukungan dana dan sumber lainnya. 

Kondisi tersebut menjadi catatan penting yang membuat baik KSI maupun Kemenparekraf menganggap perlu segera melakukan sesuatu untuk menemukan solusi menyeluruh yang bisa menjamin terus mengalirnya dukungan bagi dunia seni dan industri kreatif. Dukungan itu diharapkan datang dari pemerintah secara langsung maupun melalui insentif fiscal serta dalam bentuk kerjasama dengan pihak swasta lewat program Corporate Social Resposibility (CSR) dan dukungan lain. “Bantuan dunia usaha dalam program CSR untuk penelitian dan pengembangan (litbang) serta pendidikan seni budaya relative masih kecil. Padahal peranan seni budaya sangat strategis membentuk karakter dan jati diri bangsa,” kata Mari.

Persoalan finansial seperti kebijakan pemotongan pajak bagi baik bagi perusahaan penyumbang juga pada pendapatan para seniman tak pelak menjadi salah satu isu krusial yang juga diangkat dalam diskusi tersebut. Dalam presentasinya, Wamenkeu Bambang Brojonegoro menyinggung tentang keberadaan insentif fiskal yang ada di Indonesia yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 93/2010 dan Peraturan Menteri (Permen) Keuangan No. 76/PMK.03/2011tentang Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan Sumbangan di antaranya untuk lembaga litbang atau lembaga pendidikan yang menetapkan sumbangan dapat dikurangkan dari penghasilan kotor sebuah perusahaan dengan besaran sumbangan maksimal 5 % dari penghasilan bersih fiscal tahun pajak sebelumnya. Wacana yang muncul malam itu sebagian besar permintaan penambahan potongan pajak yang bisa diperoleh sebuah perusahaan bila menyumbang untuk kesenian sehingga gairah untuk menyumbang meningkat. (ISA), Foto: ISA

 

Author

DEWI INDONESIA