Kepahitan di Balik Pertambangan Emas di Kalimantan Timur
Kisah Mai Jebing, aktivis pertambangan di jaringan advokasi tambang
14 Apr 2015


Sudah 12 tahun Mai Jebing tidak menggunakan perhiasan emas meski ayahnya adalah seorang pedagang emas. Dengan menjadi aktivis pertambangan di Jaringan Advokasi Tambang, ia tahu bahwa satu gram emas menghasilkan 1.2 ton limbah pabrik yang merusak lingkungan. Ketidakadilan yang didapat masyarakat lokal akibat kemunculan perusahaan tambang turut menjadi perhatiannya. Pembangunan tambang perlu membongkar tanah yang membuat air tercemar. Belum lagi bila tanah yang digunakan ialah perkebunan atau sawah, lahan mata pencaharian masyarakat setempat.

Tingkat produktivitas masyarakat di sana telah berkurang akibat aktivitas pertambangan. Lalu, kemiskinan rakyat itu dijadikan alasan bagi pembangunan di sebuah daerah. Mai mengkomunikasikan hal-hal yang belum banyak diketahui masyarakat melalui forum diskusi dan tulisan-tulisannya. Ia banyak belajar dari masyarakat setempat karena menjadi aktivis tidak menjamin seseorang mengerti permasalahan dari segala sudut.

 “Solusi tidak akan berjalan jika tidak ada orang yang mengerti konteksnya dan tidak akan berhasil tanpa tekanan publik. Hal yang terberat adalah menyadarkan orang jika ada masalah di sekitar mereka,” tutur Mai. Ia terus berupaya memberi advokasi pada masyarakat desa, serta memberi mereka pengetahuan tentang masalah yang terjadi di sekitar mereka. Sebagai pihak yang tahu berbagai cerita di balik pertambangan, ia akan terus mengkomunikasikan krisis ini kepada berbagai pihak agar mereka bisa menciptakan aksi solidaritas untuk keluar dari permasalahan yang ada. Suatu hari nanti, ia ingin membuat etnografi tentang kehidupan perempuan paska daerahnya ditinggalkan oleh perusahaan tambang. (JAR) Foto: dok. Siti Maimunah.

 

Author

DEWI INDONESIA