Kolaborasi Aksi di Pasar Seni Jakarta 2013
Di Pasar Seni Jakarta, kita menemukan tak hanya karya seni rupa, tapi juga interaksi dan percakapan lintas generasi.
4 Nov 2013


Sejak Minggu (3/11) kemarin hingga Selasa (4/11) besok, Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) Jakarta menggelar Pasar Seni Jakarta 2-13 yang untuk pertama kalinya diadakan. Meski kondisi lalulintas di sekitar Senayan begitu padat karena terimbas pameran komputer dan teknologi serta ujian masuk pegawai negeri sipil pada hari Minggu kemarin, Pasar Seni Jakarta tetap berlangsung semarak. Puluhan seniman dan berbagai komunitas seni berbaur dengan penikmat karya-karya mereka dalam atmosfer seni yang kental. Digelar sejak pukul 10.00 WIB pagi, acara akan berlangsung hingga pukul 22.00 WIB malam nanti sementara besok, Selasa, acara akan dibuka pada pukul 10.00 pagi hingga 15.00 siang.  Selain berbagai gerai karya seni dan merchandise yang bisa dikunjungi, ada banyak acara menarik digelar sepanjang Pasar Seni Jakarta 2013 ini.

Pameran bertajuk Percakapan Menyilang yang dikuratori oleh Aminuddin Th. Siregar menyisip di hiruk-pikuk Pasar Seni Jakarta 2013. Dibagi dalam dua  bagian, yakni “Ruang Galeri Khusus” dan “Ruang Khalayak”, program ini terdiri dari pameran seni rupa, seni performa, pemutaran video, dan suatu aksi artistik yang mempertemukan seniman lintas generasi secara berpasangan dengan mempertimbangkan interelasi antar tema, medium, elemen-elemen seni, dan sejumlah kemungkinan lainnya yang bisa timbul. Beberapa action painting yang melibatkan para seniman ternama digelar pada hari pertama. Sunaryo, Hanafi, Sri Astari, Kartika Larasati, dan Willy Himawan berkolaborasi melukis empat panel besar yang akan dilelang oleh Sidharta Auctioneer pada 30 November mendatang. “Hasil penjualan karya tersebut, akan diperuntukkan bagi pengembangan lebih lanjut program ini,” Herra Pahlasari, seniman yang menjadi salah satu panitia penyelenggara acara ini mengungkapkan.

Kolaborasi menarik juga dilakukan oleh seniman Tisna Sanjaya bersama Dwi Putro atau yang biasa dipanggil Pak Wi, seorang penderita skizofrenia tuna rungu yang oleh adiknya, Nawa Tunggal diberikan terapi melukis sebagai terapi kesehatannya. Di atas kanvas sepanjang 10 meter, Pak Wi menggambar enam citra Ganesha, dewa pendidikan yang menjadi lambang ITB. Keenam gambar Ganesha yang digambar dengan pengulangan yang sempurna itu lantas direspon oleh Tisna dengan gayanya yang ekspresif. Tisna mengaku senang dengan kolaborasinya dengan Pak Wi. “Pak Wi dan Nawa itu sangat inspirasional. Mereka berdua kakak beradik yang hebat,” Tisna tak menutupi kekagumannya pada daya hidup Pak Wi dan daya juang Nawa mengentaskan kakaknya dari keterasingan yang sering dialami para pengidap skizofrenia.

Sementara Nawa yang juga penggagas Komunitas Skizofrenia dan pendiri Kelompok Lima Art Brut (KLAB), sebuah komunitas lukis untuk pada pengidap skizofrenia dan bipolar itu mengaku senang Tisna berkenan melakukan klaborasi dengan kakaknya. “Ini kesempatan Pak Wi berinteraksi dengan orang di luar dirinya. Orang seperti Pak Wi memiliki egoism yang sangat besar dan perasaan yang mudah terganggu manakala ada yang melintasi wilayah nyamannya. Proses kolaborasi tadi mengajarkan banyak hal pada Pak Wi. Mulai tentang bagaimana ia harus bisa bekerjasama dengan orang lain yang sama sekali asing, hingga teknik baru seperti melukis dengan tangan yang dilakukan oleh Kang Tisna. Saya berharap ini memberi pengalaman baru yang akan mempengaruhi proses berkarya Pak Wi selanjutnya,” Nawa mengungkapkan.    

Melalui hubungan bersilang tersebut, baik dari segi karya maupun seniman, program ini diharapkan bisa merentangkan sebuah percakapan imajinatif yang kaya dan dinamis. Dan dengan menawarkan keragaman aktivitas, program ini direncanakan mampu memikat khalayak akan cakrawala seni rupa Indonesia yang luas. Harapan lebih jauh adalah pengertian khalayak akan seni rupa lebih mewujud. Masih dalam kerangka ini pula, perlintasan generasi seniman serta jukstaposisi kekaryaan mereka, sebenarnya juga membangun makna tentang hubungan-hubungan yang bernilai sejarah. Dari situ tampak bahwa cara kita mengerjakan seni, menuliskan dan membicarakannya, telah berubah. (ISA), Foto: Panitia Pasar Seni Jakarta 2013

 

Author

DEWI INDONESIA