Kunstkring: Sebuah Oase Seni di Ibukota
Rumah seni legendaris dari masa Batavia ini dibuka kembali
21 May 2013


Terjadi keramaian yang sama seperti 99 tahun lalu, di sebuah gedung di pojok jalan yang kini bernama Jalan Teuku Umar, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Kala itu, 17 April 1914, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Alexander Willem Frederik Idenburg secara resmi membuka sebuah gedung, Kunstkring, yang difungsikan sebagai tempat pameran karya, pagelaran musik, kuliah seni, kelas melukis, serta perpustakaan seni. Pada 17 April 2013, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi, secara resmi membuka kembali gedung yang fungsinya masih tetap dipertahankan seperti 99 tahun lalu, yang kini berada dalam jaringan Group Hotel Tugu.

Di bawah naungan manajemen Tugu Grup yang bekerjasama dengan Lingkar Seni Indonesia, gedung legendaris yang sempat berubah fungsi menjadi kantor imigrasi ini dibiarkan menemui kembali masa lalunya. Jiwa dan roh seni budaya seolah ditiupkan kembali ke gedung yang pernah menjadi tuan rumah lukisan-lukisan besar karya Vincent Van Gogh, Pablo Picasso, Paul Gauguin, dan Marc Chagall ini.

Sebuah lukisan dramatis pun ditampilkan sekaligus dijadikan simbolisasi peresmian agung malam itu: adegan penangkapan Pangeran Diponegoro di rumah Residen Magelang akibat tipu daya Gubernur Jenderal De Kock. Lukisan itu berukuran 9x4 meter,  berjudul The Fall of Java.  J.W. Pieneman dan Raden Saleh juga pernah membuat lukisan yang menampilkan adegan bersejarah ini.

Gedung dua lantai Kunstkring kini lebih berwarna. Di area masuk, barisan lampion gantung karya Pieter Ducro  dengan motif cantik menyambut pengunjung sebelum memasuki beberapa ruang di dalamnya. Terdapat pula Ruang Multatuli sebagai bentuk dedikasi terhadap jasa Douwes Dekker alias Multatuli, yang menulis novel Max Havelaar sebagai kritik terhadap praktik tanam paksa di masa Hindia Belanda. Sementara di sayap kiri, sebuah visualisasi gaya hidup tuan dan noni di era 1910-an tergambarkan melalui penyajian Rijsttafel yang dihadirkan oleh Tugu Restaurant. Beberapa langkah berbeda, justru akan mengantarkan pengunjung ke tahun 1960-an dengan adanya lounge “The World of Suzie Wong” yang terinspirasi dari film dengan judul yang sama.

Seni pun bagai tak berjarak. Ia semakin dekat dengan masyarakat dan justru membiarkan penikmatnya larut dalam geliatnya. Adanya beberapa ruang seperti restoran dan lounge yang hangat diharapkan mampu menjadikan Kunstkring sebagai destinasi baru yang seru. Menikmati seni sembari menyesap secangkir kopi. Mengapa tidak?  (AP) Foto: Dok. Dewi.

 

Author

DEWI INDONESIA