Penyembuhan Holistik ala Dokter Tan
Ia berkomitmen menyehatkan pasien melalui pola makan dan tak setuju pengobatan instan.
9 Sep 2013


Ruang konsultasi terletak di belakang ruang tunggu yang hanya diisi kursi-kursi panjang yang menempel di dinding. Sebuah dipan untuk memeriksa pasien dipenuhi tumpukan dokumen. “Maaf ya ini sedang berantakan. Saya sedang membuat laporan untuk akreditasi ,” kata dokter bertubuh mungil ini. Suaranya bervolume tinggi, tapi terdengar bersahabat. Berbeda dari gambar ideal sosok dokter yang bertutur lemah-lembut pada pasien-pasiennya, Dokter Tan Shot Yen yang biasa disapa dengan panggilan Dokter Tan justru bicara dalam volume suara maksimal, seperti seorang soprano tengah menyanyikan aria.

Ia tak ragu memarahi pasien yang tak disiplin. “Suami saya pernah diusir Dokter Tan, karena tidak menjaga makanan hingga hipertensinya naik lagi,” ujar Atiek Harman yang telah tujuh tahun menjadi pasiennya. Atiek pertama kali mengetahui tentang Dokter Tan lewat sebuah tayangan di televisi. Ia dan suaminya tak pernah terganggu dengan sikap sang dokter.

“Karena saya ingin mengarahkan pasien-pasien saya pada pemberdayaan, dan tidak ingin meninabobokkan mereka dengan pola penyembuhan cepat (quick fix) yang banyak dipraktikkan dalam dunia kedokteran dewasa ini,” kata Dokter Tan.

Tak hanya pada pasien-pasien atau peserta seminarnya, ia juga menyampaikan tentang pola makan sehat dan seimbang itu lewat empat buku yang ia tulis yakni, Saya Pilih Sehat dan Sembuh, Resep Panjang Umur, Sehat dan Sembuh, Dari Mekanisasi dampai Medikalisasi Tubuh Holistik, dan Sehat Sejati yang Kodrati. “Sama seperti penyakit yang tidak datang secara tiba-tiba, kesehatan pun tidak akan bisa diperoleh dalam waktu seketika. Keduanya, amat bergantung pada pola makan dan gaya hidup seseorang,” katanya.

Kekukuhan pendapatnya itu membuat Dokter Tan dianggap sebagai dokter yang anti obat. “Ini yang selalu ingin saya luruskan. Saya sama sekali tidak anti obat. Saya hanya menolak pemakaian obat yang tidak rasional dengan tujuan menyembuhkan penyakit secara instan,” tegasnya. 

Ia gemas melihat kurangnya edukasi tentang kesehatan makanan dan pengenalan bahan pangan bagi masyarakat. Menurutnya, perlu keseriusan pemerintah untuk melakukan itu. “Mungkin hanya hanya butuh tiga instansi, kementerian pendidikan, kesehatan, dan agrarian,  untuk duduk bersama membahas tentang kekayaan dan ketersediaan pangan serta bantuan media yang mau mendedikasikan satu saja halamannya seminggu sekali pada departemen agraria atau pertanian untuk mengulas bahan pangan lokal dan cara mengolahnya dengan sehat untuk membuat masyarakat sehat,” katanya. (ISA) Fotografer: Lufti Hamdi, Pengarah Gaya: Muntik Dyah, Busana: Ghea Panggabean, Rias Wajah dan Rambut: Arlene, Lokasi: Dr. Tan Wellbeing Clinics & Remanly Special Needs Health 

 

Author

DEWI INDONESIA