Sastrawan Eka Kurniawan Terpikat Topeng Monyet
Karakter dalam novel-novelnya adalah perpaduan mimpi buruk dan humor.
18 Sep 2013


Eka Kurniawan sebentar lagi akan menerbitkan novel terbarunya, yang antara lain berkisah tentang rombongan topeng monyet, kesenian tradisional yang melibatkan seorang pawang dan monyet yang terlatih berprilaku dan berpenampilan seperti manusia. Dalam novelnya ini,  monyet-monyet berbicara dan berpikir seperti manusia. Nasib monyet itu juga tak lepas dari perubahan kekuasaan di Indonesia yang menjadi latar cerita. Judulnya? "Tunggu saja," kata Eka.

Pada 2002, Eka menerbitkan novel pertamanya, Cantik Itu Luka, yang telah diterjemahkan dalam bahasa Jepang dan bahasa Melayu. Dua tahun kemudian ia menerbitkan novel  Lelaki Harimau. Selain menulis novel, ia juga menulis cerita pendek. Dua kumpulan cerita pendeknya, Gelak Sedih dan Cinta Tak Ada Mati terbit  pada 2005. Bersama Ugoran Prasad dan Intan Paramaditha, ia meluncurkan antologi cerita horor Budak Setan (2010), sebagai penghormatan terhadap penulis cerita horor Abdullah Harahap.

Kisah-kisah yang ditulis Eka mengungkap perkara serius, seperti kritik sosial, dengan humor terselip di sana-sini. Karakter-karakternya terdiri dari sosok tak sempurna atau bernasib naas. Ia juga mengolah sejarah sebagai bagian dari latar cerita-ceritanya.

Sastrawan Seno Gumira Ajidarma menyebut Eka sebagai penulis muda yang menjanjikan, sedangkan Benedict  Anderson, seorang ilmuwan sosial dari Cornell University, menyebutnya sebagai penerus Pramoedya Ananta Toer.

Selain menulis, Eka sekarang mengemban tugas sebagai sekretaris Komite Sastra di Dewan Kesenian Jakarta periode 2013 sampai 2015. (LC) Foto: blog Asyad Salam

 

Author

DEWI INDONESIA