Tiga Hari Menapak Tilas Jejak Leluhur Mari Pangestu
Perjalanan menelusuri jejak leluhur selalu menjadi sebuah perjalanan batin yang penting bagi banyak manusia. Begitu pula bagi Mari Elka Pangestu.
31 May 2014


Selama tiga hari sejak Rabu (28/5) lalu hingga Sabtu (31/5) ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu bersama keluarga besarnya melakukan sebuah perjalanan yang mereka sebut sebagai “Napak Tilas Keluarga Njo dan Young” ke berbagai kota di Jawa Tengah antara lain Semarang, Ambarawa, Gubug, Yogyakarta, dan Solo. “Selama sepuluh tahun terakhir ini, keluarga dari sisi ibu saya tengah berusaha mencari asal-usul leluhur keluarga kami yang jejaknya kami telusuri mulai dari Desa Gubug di Grobogan Jawa Tengah hingga sebuah desa bernama Feng San di Tiongkok,” Mari mengatakan.
 
Di antara dua kakak lelaki kandungnya, Tiki dan Pingki, serta sanak keluarganya yang datang tak hanya dari Indonesia tapi juga dari Belanda dan Amerika, Mari yang adalah bungsu dari tiga bersaudara tampak bersuka cita meski napak tilas yang mereka lakukan tak jarang mengharuskannya berjalan mendaki bukit hutan jati tempat di mana kakek buyutnya, Njo King Yam dikebumikan puluhan tahun silam. Menurut Pingki Elka Pangestu, kakak kedua Mari yang bersama kemenakannya, Adiwan Suwono melakukan penelusuran silsilah dengan mendatangi satu persatu keluarga mereka di berbagai daerah dan negara, generasi awal klan Njo diperkirakan datang ke tanah Jawa pada sekitar tahun 1830, ketika Tiongkok berada dalam masa pemerintahan Dinasti Qing. 

Kakek buyut Mari dari pihak ibu, Njo Eng Kho, merpakan generasi kedua yang tiba di Jawa Tengah dan menghidupi keluarganya dengan berdagang beras dan hasil bumi lain serta kemudian juga batik. Kerja keras dan membangun jejaring yang baik, menurut Pingki adalah budaya yang diterapkan leluhurnya ketika mulai membangun bisnisnya. “Tapi yang tak kalah penting untuk kami catat dan pelajari dari budaya leluhur kami adalah nilai-nilai sosial dan keluarga yang mereka terapkan seperti kemampuan beradaptasi yang demikian komprehensif, juga penghormatan yang tinggi pada hubungan kekeluargaan. Akar nilai itu yang ingin kami gali lagi agar generasi kami tak lupa dari mana mereka berasal. Juga semoga saja Napak Tilas ini bisa menguatkan lagi ikatan keluarga yang mungkin telah longgar,” kata Pingki.

Bagi Mari, menemukan akar leluhurnya seperti mendapat acuan juga konfirmasi atas apa yang ia jalani dan lakukan. “Mengetahui bahwa saya berasal dari keluarga pedagang, membuat saya merasa memiliki hubungan dengan apa yang saya kerjakan kala menjadi Menteri Perdagangan,” katanya dengan wajah berbinar. Begitu pula ketika ia tahu bahwa salah seorang anggota keluarganya ternyata bisa dibilang sebagai cikal bakal dua industri batik besar di Solo, Batik Semar dan Batik Keris. “Tugas saya sebagai Menparekraf yang harus membantu melestarikan dan mempopulerkan batik sebagai salah satu potensi ekonomi kreatif di Indonesia menjadi menemui konteksnya dan terasa jadi ada benang yang sangat kuat antara saya dan batik,” katanya. 

Meski tak bisa sepenuhnya melepaskan diri dari hal-hal protokoler yang harus ia terimaseperti misalnya pengawalan pasukan keamanan dan ajudan serta sambutan resmi juga peliputan media massa, dalam perjalanan Napak Tilas Keluarga Njo ini, Mari lebih menempatkan dirinya sebagai seorang anggota keluarga ketimbang seorang menteri. Ia, misalnya, lebih memilih ikut naik bis yang membawa rombongannya ketimbang naik kendaraan yang disediakan untuknya. Ketika ditanya perihal pilihan moda transportasinya itu, Mari menjawab ringan, “Masak saya nggak boleh naik bis? Jarang-jarang kan ada kesempatan bepergian bersama keluarga besar seperti ini?” Ia juga terlihat menikmati setiap perjalanan dan destinasi selain makam keluarga yang mereka singgahi. Di setiap tempat, Mari akan mengajak keluarga besarnya berfoto bersama sembari menjadi pengarah gaya dan pemberi aba-aba untuk bergaya, “Satu, dua, tiga, cheese!” (ISA), Foto: ISA

 

Author

DEWI INDONESIA