Melihat Tren Desain dan Kriya Indonesia Lewat Biennale Pertama
Bukti bahwa forum desain dan seni di Indonesia semakin bertumbuh dan merayap menuju puncak.
27 Dec 2013


John Naisbit, Alvin Toffler, juga Herman Kahn pernah meramalkan bahwa kebutuhan barang-barang yang mengandung nilai imperative estetis dan imperative kreatif akan semakin meningkat. Ramalan itu sekarang terbukti benar. Salah satu faktor penyebabnya, forum-forum intensif di kalangan pelaku seni karena dari situlah terjadi trend forecasting dan trend decoding.

Salah satu forum paling berpengaruh adalah biennale. Pada tahun 1993, Indonesia pernah membuat EXPO Seni dan Desain di Jakarta Design Centre. Namun, pameran tersebut belum sekelas biennale yang menampilkan diskursus atau radikalisasi gagasan-gagasan seni dan desain. Biennale menyasar pada pemaknaan nilai-nilai kreatif yang diusung. Untuk itulah, biennale memerlukan tim kurator yang menyaring, memaknai, dan mengulas perkembangan karya dalam kurun waktu tertentu.

Dengan latar belakang tersebut, dibuatlah Biennale Desain & Kriya Indonesia untuk pertama kalinya. Bertempat di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, biennale dimulai dari 19 Desember 2013 sampai 19 Januari 2014. Tema yang diangkat adalah GeoEtnik. Alasannya, Indonesia adalah negara dengan kelompok etnik terbesar di dunia, yaitu lebih dari 600 kelompok etnik kita punya. Semestinya, Indonesia yang juga merupakan warga dunia, menyumbangkan sesuatu untuk dunia global dari kearifan lokal. Globalisasi mulai sekarang harus diartikan sebagai Glokalisasi.  

Melibatkan 66 peserta dari berbagai bidang seperti arsitektur, fashion, jewellery, desain industri/produk, desain interior, dan desain grafis baik secara individual maupun kelompok, dengan jumlah sekitar 13 karya kolaborasi dan 53 karya individu. Tim kurator terdiri dari Irvan Noe’man selaku ketua, Solichin Gunawan, Taruna Kusmayadi, Eko Prawoto, dan Harry Purwanto. Datang dan nikmati beberapa yang sangat menarik perhatian, seperti “Ombusombus dan Arsitektur” karya Ramadhoni Dwi Payana ataupun “Cocoon: Menetas di Alam” karya Rina Renville, Yu Sing, dan Adi Panuntun. (EF) Foto: Dok. Biennale Desain & Kriya Indonesia

 

Author

DEWI INDONESIA