Rayakan Eksistensi 125 Tahun, Alber Elbaz Gelar Pameran Mengenang Jeanne Lanvin
Direktur artistik Lanvin, Alber Elbaz, undang khalayak untuk menyaksikan ratusan karya visioner pendahulunya, Jeanne Lanvin.
4 Jul 2015


1 / 2
Lanvin mungkin bukan rumah mode pertama yang berasal dari Paris. Bukan pula rumah mode tertua di dunia. Namun, rumah mode ini berhasil melewati dua perang dunia dan masih berjaya di ranah mode dunia hingga hari ini. Sejarah panjang rumah mode Lanvin, tentu terkait lekat dengan kisah hidup sang pendirinya, Jeanne Lanvin, yang lahir di Paris sebagai anak pertama dari sebelas bersaudara pada tahun 1867. Seperti validasi ucapan Diana Vreeland, "The first thing to do is to arrange to be born in Paris. After that everything follows quite naturally.” Bagi Jeanne Lanvin, terlahir di Paris dan melahirkan Marguerite -putri semata wayangnya - adalah inti kisah hidup pribadi sekaligus sejarah label yang kini diasuh oleh Alber Elbaz ini.
 
Memasuki ruang ekshibisi, sambutan pertama yang menyongsong adalah logo rumah mode Lanvin yang pastinya akrab di ingatan Anda. Logo dua perempuan, sang ibu dan anak yang berpegangan tangan, rancangan Paul Iribe yang disahkan resmi menjadi logo Lanvin pada tahun 1924. Guratan ini diadaptasi dari foto Jeanne bersama Marguerite yang berdansa di sebuah pesta kostum. Kisah cinta ini pun terus berlanjut menjadi benang merah kreasi-kreasi Jeanne, seperti parfum pertama, Arpège (1927) yang terinspirasi dari kepiawaian Marguerite bermain piano, opaque dress yang ia beri nama Marguerite de la Nuit, hingga lini busana anak yang tercipta sebelas tahun setelah kelahiran Marguerite.
 
Tentu Lanvin tak hanya melulu berisi kisah cinta Jeanne Lanvin dan Marguerite. Intuisi visioner Jeanne dalam mencipta, terpampang nyata dalam karya-karyanya yang tersebar di ruang-ruang ekshibisi. Coba tilik mantel tafeta hitam (1937) yang bertabur manik dan bordir atau gaun Bel Oiseau (1928-1929) yang bertabur kristal Swarovski. Tak hanya melahirkan teknik mumpuni olah tekstil, siluet, dan ornamen, pada saat yang bersamaan memberinya ruh yang tak lekang dimakan zaman. Bayangkan Anda melangkah dalam balutan keduanya, indah dan modern.
 
Melangkah ke ruang Salon D’Honneur yang berisi koleksi monokromatis dan Lanvin Blue, dua gaun tampan mencuri perhatian hampir setiap undangan: My Fair Lady (1939) dan La Diva (1935-1936). Setelah  itu di Petit Galerie, terpapar koleksi Robe de Style, yang menjadi koleksi tersohor rumah mode ini. Tampak puluhan gaun dengan detail bouffant skirt yang menjadi salah satu ikon mode 1920-an, yang pada masanya bersaing keras dengan model flappers.
 
Menuju ke ruang ketiga yang bertajuk Grande Galerie, terlihat tata cahaya yang lebih teatrikal. Dalam ruangan paling besar ini, tiap objek ditata secara kronologis. Mulai dari koleksi topi yang mengawali karier mode Jeanne Lanvin, koleksi anak, koleksi gaun yang juga berfungsi sebagai perhiasan dan koleksi tematik berdasarkan inspirasi sang maestro. Perjalanan ekshibisi pun ditutup dengan koleksi gaun malam dan gaun pengantin yang terletak di Petite Galerie dan Salle Carréer, lambang romantisisme dan seremoni komitmen yang diterjemahkan ke dalam intrikasi teknik dan aplikasi. (Rifina Muhammad) Foto: Dok. © Katerina Jebb, © PatrimoineLanvin, © Pierre Antoine dan Palais Galliera Paris

 

Author

DEWI INDONESIA