Seperti misalnya saat mendatangi dapur yang memproduksi Rendang Tumbuak. Dipandu oleh Uni Emi, sang pemilik dapur, Lala tak segan turun tangan langsung menumbuk daging dan membentuknya menjadi bulatan dengan ukuran yang seragam. Pojok kuliner favorit berikutnya bagi Lala adalah Rumah Makan Family yang terletak tak jauh dari Benteng Fort de Kock di Bukit Tinggi. "Rumah makan inilah yang pertama kali mempopulerkan menu Ayam Pop, yang juga memiliki menu Gado-Gado Padang yang rasanya mampu terkenang," ujarnya. Ia pun menyimpulkan adanya perbedaan antara masakan Sumatera Barat dan masakan dari daerah Jawa. Hidangan Sumatera Barat memiliki ketajaman bumbu yang lebih kuat, dengan dominasi rasa lebih asin dan pedas.
Lala yang memang menggemari traveling, menyusuri daerah Bukit Tinggi, Payakumbuh, Tiku, Pariaman, Painan, dan tak ketinggalan Padang. Pasar tradisional ia jadikan tolakan perjalanan yang tak boleh terlewatkan. Di pasar Ibuh di Payakumbuh, Pasar Atas, dan Pasar Bawah Bukit Tinggi, Lala menemukan banyak hal menarik. Pasar yang bebas bau, penuh dengan keramahan orang lokal, juga makanan unik seperti belut kering, pisang jepit, hingga Ampiang Badadiah berupa yoghurt khas Payakumbuh yang ditaruh di dalam bambu, disirami gula diatasnya, dan diberi taburan emping.
Satu hal yang juga tidak terlupakan olehnya adalah membeli buah tangan. Pusat oleh-oleh favoritnya adalah Keripik Nan Salero dan Rendang Selamat di kota Padang.Selain itu, ia pun punya siasat dalam membeli oleh-oleh. Agar tetap bisa menikmati bumbu khas Sumatera Barat di Jakarta, Lala tak lupa membeli aneka bumbu lado (bumbu cabai) dan gula aren. "Setidaknya bisa mengobati kekangenan saya dengan Sumatera Barat!" ungkapnya.
Simak cerita dan foto lengkap perjalanan Lala Timothy di majalah dewi edisi November 2013.
(AP) Foto: dok. Lala Timothy