Apa yang membawa Anda kemari?

Sudah lama, ada banyak teman yang menyarankan saya datang ke Pulau Naoshima. Kebetulan awal Juni lalu saya mengantar perupa Handiwirman berpameran di Mori Art Museum, Tokyo. Jadi setelah menyelesaikan tugas-tugas di pameran, keluarga menyusul saya ke Tokyo lalu kami berangkat ke Naoshima.

Bagaimana perjalanan dari Tokyo menuju Naoshima?

Cukup menantang. Kami naik kereta selama tiga jam sampai Osaka, lalu menginap dulu dua hari di sana supaya anak-anak tidak kelelahan. Kemudian dari Osaka menumpang kereta cepat lagi ke Okayama, disambung dengan kereta lain ke Uno, baru naik ferry ke Pulau Naoshima.

Apa saja aktivitas Anda di sana?

Menikmati harmonisasi alam, seni, dan arsitektur yang menyebar di pulau. Beberapa karya seni yang saya lihat dari dekat misalnya pumpkin buatan Yayoi Kusama, dengan latar belakang Seto Inland Sea. Ada juga Cultural Melting Bath karya Cai Guo-Qiang, berupa semacam Jacuzzi tempat kita bisa berendam sambil bersosialisasi dengan orang-orang yang kita temui di sana.

Menginap di mana?

Benesse House, yang arsitekturnya ditangani Tadao Ando. Bermalam di sini, impian kolektor seni untuk tinggal di dalam museum seolah menjadi kenyataan. Ruang-ruang publiknya memajang berbagai instalasi seni, kamar-kamarnya pun luas dan dihiasi karya seni yang berbeda-beda di dalamnya. Saya mendapat kamar yang berhiaskan karya fotografer Jerman, Thomas Ruff, bertema astronomi.

Berkeliling Naoshima, naik apa?

Menggunakan mobil shuttle yang disediakan hotel, tapi bisa juga menyewa sepeda.

Pengalaman tak terlupakan di sini?

Makan malam saya di Museum Restaurant Issen, bertepatan dengan buka puasa pertama pada tahun ini. Tentu rasanya jadi nikmat sekali. Hidangannya bergaya Kaiseki khas Jepang dengan bahan-bahan sari laut. Kalau Anda berminat menginap di pulau ini, pastikan sudah memesan kamar hotel sekaligus meja untuk makan malam di restorannya dari jauh hari. (MUT) Foto: Dok. Natasha, MUT