Melestarikan Budaya Hibrid di Tubaba
Cerita Adinda Luthvianti sang penggiat seni dan teater dalam menulusuri juga mengembangkan budaya hibrid milik kota Tubaba.
18 Nov 2016


 Adinda Luthvianti dan sejumlah rekannya melakukan penelitian selama tiga bulan di 11 kampung adat dan transmigran di Tubaba untuk mengetahui bentuk-bentuk kesenian di sana hingga ia memutuskan untuk mempraktikkan teori organisma dari Whitehead. “Bahwa segalanya akan tumbuh dari organisma yang ada di situ, secara ekologis maupun secara antropologis,” tutur penggiat seni dan teater ini. Dari situ ia beranjak mencipta tari baru dan musik baru dari tradisi yang sudah mengakar (menambah dua oktaf pada Q-tik; berasal dari cetik, alat musik tradisional), juga menyelenggarakan kelas melukis dan penulisan cerita. “Semua ini untuk mengisi bangunan-bangunan yang telah dibuat Aang (Andra Matin). Ruang-ruang yang berada di bawah balai adat, saya tafsirkan sebagai ruang-ruang seni,” lanjutnya. Para penghuni Tubaba yang beragam memperlihatkan budaya hibrid. “Sehingga kami tidak menitikberatkan pada keaslian, tapi mengembangbiakkan apa yang sudah ada dan menjadi milik mereka,  menjadi identitas mereka,“ katanya. Selama dua hari, 11 Oktober dan 12 Oktober yang lalu, selamatan budaya diselenggarakan di Tubaba yang diramaikan dengan pertunjukan seni, lokakarya bahasa dan peragaan busana, menandai peresmian masjid dan balai adatnya.

(LINDA CHRISTANTY), Pengarah Gaya: Ruben William, Foto: Denny Tjan,  Dok. Andra Matin, Dok. Auguste Soesatro, Dok. Studio Hanafi, Dok. Sartika Dian Nuraini
 

 

Author

DEWI INDONESIA