Tip Etika Berbusana Untuk Impresi Diri yang Sesuai dengan Faktor Etikal
Faktor etikal yang perlu diperhatikan dalam berbelanja secara cerdas sebagai konsumen.
13 Mar 2017



Ada yang bilang, fashion tak sekadar busana. Lebih dari itu, fashion menunjukkan cara Anda bersikap secara keseluruhan. Dari hal sepele seperti cara bertutur, memegang sendok, memperlakukan orang lain, yang kemudian menjadi latar dari apa yang akan Anda kenakan sebagai impresi diri. Kini, hal tersebut banyak diaplikasikan lewat langkah substansial yang paling memungkinkan, yaitu membeli barang dengan menjadikan faktor etikal atau fair-trade yang diberlakukan sebuah label busana dalam proses produksi yang dilakukan. Fair-trade menjadi krusial ketika fashion bukan sekadar cara kita terlihat apik, melainkan bagaimana kita sebagai konsumen mendukung para buruh kapas, sumberdaya manusia di pabrik (terkait usia, gender, dan jam kerja), perajin, dan unit usaha kecil di negera berkembang yang menjalin mitra dengan korporasi raksasa harus diperlakukan secara adil dan berdaya.     
Yang perlu diperhatikan:
  • Sensibilitas Mutu
Investment shopping merupakan salah satu gaya berbelanja yang mulai giat dilakukan. Bukan hanya sebagai tindakan logis yang lebih sensitif terhadap kondisi finansial secara global, namun juga sebagai bentuk standar gaya hidup dan pola pikir investasi jangka panjang yang mengedepankan kualitas ketimbang jumlah produk yang dimiliki. Prinsipnya sederhana, ketimbang memborong produk fashion (sepatu, tas, mantel, atau perhiasan) hanya karena pertimbangan harga, masyarakat urban kini memilih menunda berbelanja dan menyimpan uang tersebut untuk dialokasikan pada produk sejenis dari label kompeten yang terbukti menawarkan kualitas produk premium yang memungkinkan umur ekonomis lebih panjang. Selain bersifat lebih timeless, produk tersebut dapat difungsikan sebagai alat investasi atau warisan kepada generasi berikutnya.     
  • Produk Prinsipil
Dalam mode, kita mengenal basic items yang sudah dihapal di luar kepala setiap wanita: dari well-tailored black blazer, kemeja dan kaus putih, little black dress, trench coat, denim gelap, classic pumps, hingga ballet flats. Barang-barang prinsipil tersebut dinilai memiliki tingkat fleksibilitas, kesan timeless, dan paling mudah dipadupadankan untuk mendapatkan tampilan akhir yang cool—terlepas dari apapun tren yang sedang berlangsung. Kepekaan pada kondisi finansial global yang memengaruhi pola belanja masyarakat membuat banyak rumah mode tak pernah lupa menyisipkan tampilan kasual dan produk-produk basic yang memungkinkan pembeli membeli satu item dari keseluruhan look dan melakukan padupadan mereka sesuai kebutuhan dan personal style
  • Effortless is the new class
Kini, kecantikan dan bergaya tak lagi dikonotasikan dengan tampilan berat dan ‘penuh usaha’. Dari generasi ke generasi, selalu ada figur yang menunjukkan jika menjadi tampilan effortless dan minim usaha pula dapat menarik atensi. Dari ikon wanita cool masa lampau yang digilai rumah banyak rumah mode raksasa layaknya Tilda Swinton (Viktor & Rolf, Maison Schiaparelli, dan berkali-kali menjadi muse bagi Haider Ackermann); Carla Bruni (Bulgari, Dior, dan salah satu figur kesayangan Karl Lagerfeld); Chloë Sevigny (Miu Miu, Chloé, dan sosok wanita cool ala J.W Anderson). Kini giliran generasi baru tampilan effortlessly chic dari Charlotte Gainsbourg—putri Jane Birkin, model-aktris yang namanya menginspirasi salah satu model tas Hermès—Rooney Mara, serta aktris muda Zoë Kravitz (putri dari Lenny Kravitz) yang mencuri atensi publik dan menjadi kesayangan sejumlah label-label mode dunia. Jika tampilan cuek Gainsbourg membuat Anthony Vaccarello dan Nicolas Ghesquière (Louis Vuitton) jatuh hati. Tampilan dingin Rooney Mara membuat Sarah Burton (Alexander McQueen) dan Riccardo Tisci (Givenchy) tak pernah bosan mendandaninya di atas karpet merah. Sedangkan Zoë Kravitz, desainer Alexander Wang sudah melihat potensi seorang bintang mode ketika meminta Kravitz berjalan untuk show terkahirnya bagi Balenciaga, sekaligus menjadikannya sebagai wajah dari kampanye Alexander Wang di 2016 silam.
  • Mewah Bersahaja
Redefinisi kemewahan kini banyak terjadi, salah satunya ialah dengan keengganan sejumlah pecinta mode untuk menggenakan produk luks dengan label brand dan logo yang jelas terlihat. Kemewahan yang terlalu vulgar kini dirasa semakin homogenik dan menurunkan kesan eksklusif dan privasi bagi penggunanya. Beralih dari produk dengan tulisan, logo, dan labeling yang ‘meriah’, kepada produk-produk luks discreet nan bersahajah (baik ready-to-wear maupun aksesori) yang menyimpan tersembunyi label mereka. Agar tetap relevan dengan tren kini, sejumlah label besar pun melansir sejumlah produk ikonis mereka dengan mengurangi munculnya elemen-elemen logo di permukaan produk untuk memberikan privasi dan kesan ekslusif bagi pemakai. (RW) Foto: Dok. Dewi, Fairtrade Foundation
 

 

Author

DEWI INDONESIA