Belajar Menjadi Diri Sendiri Bersama Aline Adita
Simak wawancara dewi bersama Aline Adita soal peluncuran buku Minder, Done That! tentang pentingnya menjadi diri sendiri.
20 Jun 2017


Tampil cantik cemerlang di atas pentas untuk memimpin jalannya sebuah acara, tampaknya mudah dan menyenangkan, namun bukan berarti tanpa kerisauan atas kepercayaan dan kecantikan diri. Aline Adita, Intan Erlita, Nadia Mulya, dan Rahmah Umayya berbagi ‘perjuangan’ mereka untuk memecahkan masalah tersebut ke dalam sebuah buku karya bersama, ‘Minder, Done That”.
 
Ia mulai menjadi presenter acara dan model 15 tahun silam. Sejak itu, karier Aline Adita di dunia hiburan melesat tinggi. Perempuan kelahiran 17 Juli 1980 itu kini sibuk dengan event organizer yang ia dirikan dengan nama Downtown Market. Tahun ini Aline tengah menyiapkan film layar lebar terbaru. Kegemarannya naik gunung masih ia lakukan di sela aktivitasnya sebagai presenter, model, penyiar radio, dan pemain film.
 
Seperti apa kisah Anda mengenai rasa minder?
Dulu, saya punya tingkat kepercayaan diri yang amat rendah. Saya merasa tidak punya teman karena sulit sekali untuk memulai pembicaraan dengan orang lain. Ketika di sekolah kelas 3 sekolah dasar, saya senang menyendiri termasuk ketika makan siang. Ibu bahkan pernah dipanggil ke sekolah karena saya punya kebiasaan ngobrol dengan tembok. Karena itu, ibu mendaftarkan aku ke sekolah Okky Modeling supaya aku percaya diri. Perlahan-lahan, itu memang membantu tetapi tidak serta-merta menolong dalam hal berbicara di depan banyak orang.
 
Apa yang memicu perasaan rendah diri itu?
Kebanyakan orang mungkin tidak melihat ada sesuatu yang salah. Tetapi untuk saya, punya tubuh tinggi itu mengganggu kenyamanan saya. Karena saya tidak suka diperhatikan banyak orang. Saya berusaha tampil cuek dan tidak merias wajah pun orang-orang tetap memerhatikan. Saya risih dan merasa diri saya aneh. 
 
Bagaimana Anda melalui dan mengatasinya?
Saya bersyukur sekali, bantuan datang melalui almarhum Indra Safera. Tahun 2003, pertama kalinya saya menjadi pembawa acara sebuah pembukaan butik di Plaza Senayan Jakarta. Saya canggung dan membuat banyak kesalahan sampai membuat klien marah. Saya menangis dan takut untuk menjadi presenter lagi. Indra Safera kemudian menghampiri dan bilang, “Kamu bisa, kamu hanya perlu belajar lagi,” sambil menatap saya.
 
Setelah itu saya belajar banyak. Saya memerhatikan bagaimana presenter-presenter senior saat membawakan acara. Saya lihat Indy Barends, Becky Tumewu, Farhan, Ferdy Hasan, dan Dado Parus. Saya juga sering berbicara ke diri sendiri untuk menyemangati diri. Selain itu, berusaha keras untuk tidak berbuat salah. Karena ketika salah lalu dikritik orang lain, kepercayaan diri saya menurun tajam.
 
Apakah Anda juga melakukan perawatan wajah dan fisik untuk mengatasi minder?
Tidak terlalu ekstrem, tetapi ada upaya menjaga kesehatan kulit. Saya melakukan facial dan diamond peeling di sebuah klinik kecantikan di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Untuk merawat rambut, saya cukup rutin creambath dan hair spa di salon. Saya tidak membebani wajah dengan riasan yang tebal, kecuali jika saat bekerja. Rutinitasnya dimulai dengan cuci muka yang dilanjutkan dengan pemakaian toner, lalu pelembab wajah. Malam hari, aku tambah dengan krim malam dan obat jerawat. Selain itu, aku juga tidak ada diet makanan. Hanya saja selalu cukup minum air putih.
 
Apa alasan utama Anda menulis buku berjudul Minder, Done That?
Sebetulnya, niat awal bikin buku ini berasal dari saya. Oktober 2016 lalu, saya bertemu Rahmah Umayya. Saya sempat menanyakan, apa rencana dia di tahun 2017. Saya katakan bahwa saya ingin menulis buku. Desember 2016, saya hubungi Nadia Mulya dan menyampaikan keinginan saya itu. Nadia langsung menyambut senang dan dua hari kemudian bikin grup chat untuk dia, saya, dan Rahmah. Kami sepakat ingin ada satu wanita lagi yang karakternya sedikit berbeda, tetapi jiwanya sama dengan kami. Maka bertemulah kami bertiga dengan Intan Erlita.
 
Apa yang ingin disampaikan melalui buku Minder, Done That?
Judul buku itu hasil plesetan dari kata-kata ‘been there done that’. Kami sepakat membahas isu soal rendahnya kepercayaan diri sebab kami berempat sama-sama punya sejarah masa kecil yang mirip. Di buku ini ada kuis, bahasan dari segi psikologi, dan tip mengatasi minder. Kami menekankan pentingnya menjadi diri sendiri. Terutama saat-saat seperti sekarang di mana kekuatan media sosial terkadang mengikis kepercayaan diri orang. Melalui buku “Minder, Done That!” kami ingin menyampaikan ke semua wanita bahwa minder itu bukan masalah, hanya jika kita mau mengubah bentuk rasa minder menjadi suatu kelebihan. (RR) Foto: Yohan Liliyani

 

Author

DEWI INDONESIA