Rahmah Umayya Membagikan Tip Mengatasi Rasa Minder
Sebagai seorang presenter, Rahmah Umayya menceritakan perjalanannya dengan dewi dalam menghadapi rasa minder yang pernah Ia alami.
22 Jun 2017


Ia berprofesi sebagai pemandu acara – selalu berada di atas panggung, di depan ratusan bahkan ribuan penonton. Dan modal utama untuk menjadi seorang presenter adalah percaya diri. Tapi, siapa sangka kalau ia selalu merasa rendah diri dan ketakutan setiap harus berhadapan dengan banyak orang. Ini sudah dialaminya sejak berada di bangku sekolah. Ia pun memberanikan diri mengungkap semuanya dan ia bagikan cerita hidupnya kepada Anda melalui tulisannya yang ia kerjakan bersama Aline, Intan, dan Nadia.
 
Bagaimana ceritanya Anda bisa turut terlibat dalam buku ini?
Berawal dari pertemanan saya dengan Aline. Suatu sore kami pergi menikmati kopi, temu rindu dan berdiskusi tentang banyak hal. Aline pun mengajak saya untuk membuat buku, dan ini saya sambut dengan hangat. Saya pun mengajak Nadia, lalu Nadia mengajak Intan. Terkumpulah empat wanita yang saya lihat memiliki banyak kesamaan – serupa tapi tak sama. Pekerjaan kami sama-sama menuntut penampilan yang terbaik, keseharian kami bertemu dengan banyak orang, dan di kacamata sekitar kami, kami adalah orang-orang yang super percaya diri. Untuk yang terakhir ini sepertinya salah besar. Kami empat wanita yang sangat minder. Dari kesamaan ini, kami memutuskan untuk menuliskannya dalam sebuah buku yang kami berikan judul “Minder, Done That!”. Siapa sangka kalau Aline yang tinggi semampai dan seksi, lalu Nadia yang berprestasi di ajang Puteri Indonesia, dan Intan yang cantik punya sisi lain yang belum diungkapkan: minder.
 
Apa cerita Anda di balik rasa rendah diri ini?
Ternyata tidak semua orang lahir dengan self esteem yang tinggi, termasuk saya dan tiga sahabat lainnya. Saya suka merasa insecure, dan menutupinya dengan memaksa diri untuk percaya diri. Tapi akhirnya tidak menjadi diri sendiri. Rasanya seperti ingin sembunyi. Tentu ini tidak baik. Akhirnya, saya memberanikan diri untuk membuka diri dan membicarakan ketidakpercayaan diri yang saya rasakan melalui tulisan di buku ini. Rasanya lega sekali keluar dari persembunyian.
 
Saya selalu meragukan bentuk fisik dan penampilan. Akhirnya berdampak pada hal-hal lain; merasa selalu menjadi the ugly duckling one. Kulit saya tidak putih bahkan pernah diejek kalau kulit saya berparas abu-abu, memiliki dagu lancip dan sering dicemooh saat masih sekolah, merasa tomboy (karena waktu kecil sering mengenakan pakaian kakak-kakaku yang dua-duanya lelaki) jadi kalau bertemu wanita-wanita yang feminin rasanya aneh sendiri dan being left out. Dengan berani, saya tuliskan semua dalam buku dan ternyata sangat bermanfaat. Self awareness meningkat, semakin mengetahui penyakit-penyakit batin apa saja yang menghambat langkah-langkah saya dalam kehidupan. Saya sebut ini sebagai diagnosis diri. Menulis itu ternyata menyembuhkan.
 
Minder itu Anda lihat sebagai trauma atau kekuatan?
It can be a powerful tool only if we can realize it. Minder tak boleh dijadikan sebagai trauma. Untuk saya, minder itu seperti musim, dia akan lewat begitu saja seiring kita menjalaninya. Dan akan habis masanya kalau kita menyadarinya, Hidupkan self awareness dalam diri dan ini adalah senjata diri. Saya menyebutnya minder remover (just like a makeup remover). Misalnya kalau saya mulai berpikir “kok wanita-wanita sekitar saya cantik-cantik semua ya dan saya tidak secantik mereka”, ini saatnya saya menyadari kalau si minder sedang datang. Saya langsung gunakan minder remover untuk mengingatkan diri bahwa tidak perlu untuk merasa rendah diri. Toh, sekitar saya juga tidak peduli apa yang sedang saya pikirkan, jadi lebih baik tidak usah dipikirkan dan lebih fokus kepada hal-hal yang membahagiakan.
 
Gimana caranya mempertahankan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi rendah diri ini?
Ketika perasaan minder datang, saya katakana pada diri saya “halo minder, I don’t need you right now, please go home,” karena sejujurnya minder itu bukanlah bagian dari diri kita. Jadi caraku adalah dengan menyadari ketika minder itu datang, dan menyuruhnya pulang seketika.
 
Secara jiwa Anda sudah berhasil menumbuhkan rasa percaya diri. Bagaimana mempertahankannya?
Sekarang saya lebih mensyukuri dan menerima, menanamkan kebahagiaan dalam diri. Dulu yang saya kira berdagu lancip adalah kelemahan, sekarang saya menikmatinya. Saya berdamai dengan diri.
 
Sebagai pecinta dunia kecantikan dan telah mencoba banyak ritual kecantikan, perawatan mana yang kini digemari dan menjadi penunjang penampilan?
Sebulan dua kali saya melakukan eksfoliasi dan pakai masker. Kalau sehari-hari, saya sudah memulai ritual kecantikan sejak bangun tidur. Saya mencuci muka dengan produk sabun wajah yang tidak berbusa agar wajah tidak kering. Lalu pakai toner, menggunakan emulsion untuk menyegarkan wajah, dilanjutkan dengan serum, lalu pelembap serta tabir surya di area wajah yang menonjol yang mudah kena matahari untuk proteksi sehari-hari. Saya juga selalu bawa facemist untuk menyegarkan wajah di tengah-tengah aktivitas yang padat.
 
Merawat diri tak hanya soal kecantikan wajah tapi juga pola hidup secara keseluruhan. Apa yang Anda lakukan untuk tetap menjaga kebugaran tubuh?
Saya juga mengatasi minder dengan mengubah gaya hidup. Saya atur pola makan seperti jangan terlalu banyak mengonsumsi karbohidrat (apalagi bila timbangan sedang tak bersahabat), dan perbanyak makan sayur. Saya juga usahakan berolahraga seminggu sekali seperti jalan dan berenang. Jaga pola hidup agar seimbang saja.
 
Apa yang Anda harapkan dari buku ini?
Hal yang menarik dalam buku ini adalah berkumpul bersama wanita-wanita hebat, menikmati indahnya persahabatan, saling mendukung, menginspirasi dan memotivasi satu sama lain. Jangan pelit mengapresiasi sekitar kita. Melakukan kebaikan selalu mengundang kebaikan lainnya. Dan saya ingin ini bisa dirasakan dan dilakukan para pembaca di luar sana. (MEL) Foto: Yohan Liliyani

 

Author

DEWI INDONESIA