Simak Cerita Nadia Mulya Tentang Pengalaman Mindernya Dahulu
Bagi Nadia Mulya, minder merupakan jangkar kehidupannya, kini simak cerita Nadia bersama dewi mengenai buku terbarunya.
23 Jun 2017


Menulis dan menulis. Ia menulis banyak hal, tak hanya untuk menyalurkan hobinya dan menceritakan apa yang menjadi perhatiannya, tapi juga sebagai cara untuk membagikan kisah kehidupannya yang secara tidak langsung mengungkapkan siapa dirinya. Kali ini, Nadia mencurahkan isi hatinya dalam buku yang ia tulis bersama tiga wanita hebat lainnya. Judulnya sederhana – Minder, Done That! – mengulas pengalaman pribadinya akan rasa rendah diri yang juga dialami oleh ketiga rekannya, juga yang ia yakini dialami oleh banyak wanita di luar sana.
 
Anda mengaku pernah merasa minder. Bagaimana kisahnya?
Sumber rendah diri, terutama pada wanita, adalah bentuk fisiknya. Kala itu saya baru menginjak kelas 5 Sekolah Dasar. Saya dan orang tua pindah ke London karena ayah ditugaskan di Bank Indonesia Perwakilan Inggris. Tentu rasanya canggung untuk masuk ke dalam lingkungan baru, apalagi masih canggung berbahasa Inggris. Saya sering menjadi bahan gurauan karena bertubuh gempal. Berat badan saya yang saat itu masih berusia anak-anak mencapai 65 kilogram! Julukan “Fatty, Fatty, Boom, Boom” pun akhirnya menjadi label yang tidak mengenakkan. Diam-diam saya sering meneteskan air mata karena hal ini. Tak jarang saya juga suka meminjam baju ibu karena tidak ada baju anak-anak yang cukup di tubuh saya. Minder ini menjadi believe system yang terus menempel hingga dewasa.
 
Lalu, kapan mulai menyadari rasa rendah diri ini?
Bagi saya, proses mengidentifikasi diri itu tidak pernah berhenti. Dalam kehidupan selalu ada batu kerikil, lalu muncul jalan keluar, move on, dan kembali bertemu batu kerikil kembali. Sejak mengalami bertubuh tambun di waktu kecil, saya sudah menyadari rasa ini, hingga percaya bahwa saya tidak mungkin menjadi seseorang yang berada di atas panggung. Sekurus-kurusnya saya, tetap saja tidak pernah masuk ke dalam klasifikasi kurus. Bila ada yang memuji, saya langsung berkilah. Saya sulit menerima pujian. Salah satu peristiwa besarnya adalah saat melahirkan putri pertama saya, Nadine Andjanimulya Mudijana. Saya seperti kembali di masa kelas 5 SD, menjadi si Fatty, Fatty, Boom, Boom. Tapi kehadiran Nadine dan pengalaman minder di masa lalu mengubah cara saya memandang aspek body image.
 
Bagaimana Anda mengatasi ini dan memotivasi diri?
Tahun 2001, seorang teman yang juga berprofesi sebagai fotografer menyarankan saya untuk mengikuti Wajah Femina. Saya menantang diri untuk menuruti kata teman. Tanpa ekspektasi apa-apa, saya keluar sebagai Runner Up. Inilah pertama kalinya saya menerima diri saya sebagai figur yang cantik. Di sini mulai tumbuh percaya diri yang lebih dan semakin dapat menerima diri. Saya orang yang over-thinking terhadap segala hal. Tapi untuk hal kecantikan, kini saya jalani dengan berusaha untuk terus percaya diri. Saya menerima diri dan lebih fokus kepada hal-hal yang berkaitan dengan brain dan behavior. Saya jadi menyadari kelebihan-kelebihan saya. Tahun 2004 pun saya memberanikan diri untuk mengikuti ajang kecantikan Puteri Indonesia. Niatnya hanya ingin menambah ilmu dan teman-teman baru. Lagi-lagi di luar ekspektasi, saya kembali menduduki posisi Runner Up. Banyak peristiwa yang datang di luar dugaan. Inilah skenario Tuhan, dan kita hanya menjalani dan enjoy the ride. Bila ada kisah yang kurang menyenangkan, cukup dipelajari dan ambil hikmahnya untuk membangun diri. It is not the end, justru membuka jalan ke bab-bab kehidupan lainnya.
 
Untuk Anda, minder itu trauma atau kekuatan Anda?
Kita selalu punya pilihan dalam hidup. Apakah minder ini dianggap sebagai sesuatu yang positif atau sebagai hal yang menghambat kehidupan kita. Rendah diri datang dari kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat di masa lalu. Belajar dari kekurangan ini, saya memutuskan untuk ‘menggandeng’ rasa minder ini. Rendah diri yang kadang muncul saya gunakan sebagai pengingat untuk lebih mawas diri dan lebih bersyukur.
 
Bagaimana mempertahankan rasa percaya diri?
Menariknya, setelah mengalami banyak peristiwa kehidupan yang berkaitan dengan isu percaya diri, saya justru memelihara minder sebagai jangkar kehidupan, sebagai pengingat bahwa memang tidak ada yang sempurna, dan hal ini terjadi pada siapapun, tidak pada saya saja.
 
Apa yang ingin Anda sampaikan melalui buku ini?
Buku ini adalah media dan wadah yang positif untuk masyarakat luas yang lahir dari sikap mengakui akan kelemahan diri. Saya melihat fenomena anak-anak muda sekarang yang menutupi kelemahannya, hingga mengesampingkan identitasnya sebagai anak Indonesia dengan sikap keBarat-Barat-an. Buku ini bukan hanya berisi tentang kisah empat wanita, tapi juga memiliki misi sosial, yaitu ingin memotivasi kaum muda untuk dapat menemukan jati dirinya, dan menemukan kelebihan mereka. Dari kelebihan ini, anak-anak mudah Indonesia bisa melakukan hal-hal berguna untuk sekitarnya.
 
Bagaimana cara Anda untuk tetap sehat dan tampil cantik?
Saya berusaha meluangkan waktu berolahraga. Saya menemukan cinta di olahraga CrossFit untuk menjaga bobot tubuhnya tanpa harus melakukan diet ketat – karena saya pecinta makanan. Soal kecantikan, saya mengikuti ritual kecantikan dari ibu: langsung mencuci muka setelah beraktivitas, memakai pelembap dan tabir surya, less chemical, konsumsi banyak air putih dan makan sehat karena you are what you eat, and it shows on your skin. (MEL) Foto: Yohan Liliyani

 

Author

DEWI INDONESIA