Mengenang Made Wijaya
Pakar arsitektur dan lansekap Bali Made Wijaya tutup usia Minggu (28/8) lalu. Namun cinta pria Australia itu pada Bali melekat kuat dalam ingatan sahabat-sahabatnya.
5 Sep 2016


Made Wijaya, difoto oleh Rio Helmi pada 1979.
1 / 3
Bali 1973. Seorang calon arsitek asal Australia tiba di Bali dan jatuh cinta seketika pada Nusa Sejuta Pura yang baru saja dipijaknya. Michael White, pemuda itu lalu memutuskan tinggal di situ. Ia menjalani laku sebagai seorang "anak kandung" dan bukan semata-mata sebagai pendatang asing yang tergila-gila pada eksotisme Pulau Dewata. Michael, yang jauh hari kemudian diberi nama Made Wijaya oleh keluarga Brahmana dari Griya Kepaon yang mengangkatnya sebagai anak sejak ia pertama kali datang ke Bali itu menghirup tak hanya udara, melainkan pula budaya dan nilai-nilai yang ditakzimi di situ. Ia tak sekadar mengambil inspirasi, tapi juga menghidupi dan mati-matian merawat ingatan tentang desain inggil sarat nilai yang tumbuh dari kearifan budaya dan spiritualitas rural yang belakangan makin terdesak komodifikasi budaya yang terjadi secara masif di pulau itu.   
 
Arsitek asal Bali, Nyoman Popo Priyatna Danes atau yang akrab dikenal sebagai Popo Danes mengaku menyetujui banyak pemikiran Made Wijaya, karena ia melakukan eksplorasi yang sangat dalam terhadap berbagai aspek seni dan budaya di Bali. “Hal yang membuat kita tidak mudah membantahnya adalah karena Made melakukan banyak usaha pendokumentasian dan penulisan. Made memiliki salah satu catatan yang paling lengkap tentang bagaimana arsitektur dan seni lokal di Bali terbagun menjadi bagian dari berbagai rangkaian desain yang kosmopolitan. Hampir tidak ada yang tidak saya setujui, paling sesekali saya kaget dengan cara dia menyampaikan atau menulis sesuatu,” katanya. Warisan penting dari Made Wijaya menurut Popo adalah karya-karya lansekap terbaik yang ada di Bali, yang tercipta dari pemikiran dan tangan kreatifnya. Sebut saja Bali Hyatt Hotel, Bali Oberoi, Amandari, Four Seasons Jimbaran dan masih banyak lagi, dan juga berbagai buku yang ditulisnya.

Sementara menurut sahabat Made lainnya, fotografer Rio Helmi yang juga sejak lama menetap di Bali, usaha melindungi pulau itu dari pergeseran nilai yang disebabkan serbuan kapital yang mengepung nyaris seluruh sendi hidup di Bali dengan pengetahuannya yang mumpuni tentang desain, baik arsitektur maupun lansekap khas Bali merupakan warisan penting dari Made yang patut diapresiasi. “Ia memiliki kesetiaan dan loyalitas yang teruji dan layak diapresiasi pada Bali, budayanya, juga hak-hak masyarakat Bali untuk tetap mempertahankan budaya mereka di tengah kepungan kapital dan komodifikasi budaya yang makin meraja di pulau ini,” kata Rio. Sama-sama lama menetap di Bali, Rio merasa kedekatannya dengan Made tumbuh dari kecintaan dan kepedulian yang sama atas apa yang terjadi di tanah Bali. Karya-karya desain dan berbagai tulisan Made tentang Bali, disebut Rio sebagai warisan penting yang ditinggalkan Made yang tutup usia pada Minggu (28/8) dua pekan lalu. 

Kabar duka itu tiba di telepon selular Rio Helmi lewat selarik pesan dari Mark Keatinge, sahabat Made yang bersamanya datang ke Bali pada 1973. Saat itu pagi hari dan Rio tengah berada di kediaman arsitek Popo Danes yang juga sahabat Made. Mereka berdua tengah bersiap untuk sarapan sebelum mengejar penerbangan pertama menuju Lombok. Meski tahu Made tengah berjuang menghadapi kanker getah bening lewat berbagai perawatan medis di Sydney, Australia, kabar duka itu dirasakan teramat menghantam hati Rio dan Popo.

“Saya terkejut sekali mendengar kabar itu,” kata Rio mengaku jarang bertemu semenjak Made harus kerap lama berada di Sydney untuk berobat. Bagi Popo, kabar itu jadi teramat mengejutkan, “Karena hanya dua minggu sebelum kepergiannya, saya masih sempat melihat dia menyeberang jalan dan kelihatan sehat-sehat saja.” Kehilangan besar segera dirasakan keduanya. “Tapi yakin sekali, bukan cuma saya yang kehilangan Made, melainkan juga Bali dan masyarakatnya yang dicintai Made dengan sangat dalam,” kata Rio ketika dihubungi melalui telepon Senin siang (5/9) tadi. Selamat jalan, Pak Made. Bali akan menyimpan nama Anda sebagaimana Anda memuliakannya. (ISA) Foto: Dok. www.ptwijaya.com 
 

 

Author

DEWI INDONESIA