Fungsi Optimal dalam Desain Terbuka Aksen Domisili
Ada keindahan yang tercipta tanpa sekat. Membuat bunga anggrek yang bermekaran dapat dengan liar menampilkan kecantikannya.
28 Jan 2020


1 / 5

Yang ada banyak tanamannya. Begitulah cara paling mudah mendeskripsikan seperti apa rupa bangunan Aksen Domisili. Mendengarnya, Vincent Luhur, pendiri dan pemilik Aksen Domisili tertawa terbahak-bahak. “Benar, sih, begitu,” ujarnya. Tampak depan bangunan lima lantai ini memang didominasi warna hijau dedaunan. Di bagian bawah, tanaman-tanaman dalam pot besar berbaris menutupi bagian muka dengan bukaan di depan pintu kaca yang terletak di tengah. Pada langit-langitnya, pot-pot kecil tergantung membentuk garis lurus dengan daun-daun yang menjulur ke bawah. Begitu pun teras di lantai-lantai berikutnya yang terlihat dari depan. Daun-daun berwarna hijau menyeruak seakan ingin bersenda gurau dengan angin semilir di depannya. Sementara dinding bangunan ini dibiarkan telanjang tanpa cat.  

Anak tangga membawa Dewi masuk ke bangunan Aksen Domisili. Sekilas, banyak orang mungkin bingung, bangunan apakah ini. Apakah sebuah galeri, tempat menjual tanaman, atau kantor yang mendekor bangunannya dengan tanaman-tanaman hias. Berlokasi di Sawah Besar, Jakarta Pusat, Aksen Domisili mendeklarasikan dirinya sebagai ruang kreatif yang didedikasikan untuk tanaman dan seni dalam segala bentuk. Walau Anda dapat menemukan banyak jenis tanaman di sini, Aksen Domisili berfokus pada anggrek. 

Hal ini terkait dengan kecintaan Vincent terhadap anggrek. Vincent mulai mengumpulkan anggrek sejak ia berusia tujuh tahun. Ia percaya bahwa kompleksitas dan keanekaragaman anggrek yang luar biasa adalah representasi dari keindahan alam. Anggrek memang menarik dan punya banyak cerita. Di masa Yunani kuno, anggrek dikaitkan dengan kejantanan. Wanita-wanita yang sedang hamil di masa itu percaya jika pasangan mereka mengonsumsi umbi anggrek, maka anak yang akan mereka lahirkan adalah laki-laki. Hingga kini, Vincent memiliki koleksi yang mengesankan. Terdiri lebih dari 3.000 varietas, ditanam dan dipelihara dengan aman di kebun pembibitannya yang berlokasi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan dan Jakarta. Tak hanya menaruh hati pada anggrek, Vincent pun terjun langsung menjadi anggota Masyarakat Anggrek Indonesia dan aktif terlibat dalam kegiatan asosiasi apa pun yang menyangkut anggrek.

 



Sebagai sebuah bangunan yang ingin menyatukan alam dengan seni, Aksen Domisili sangat bijaksana dalam menciptakan lingkungan yang dapat mendukung visi ini. Pertama kali menginjakkan kaki di Aksen Domisili, lantai dasar terdiri sebuah ruang untuk Verdant Artisan Floristry dan selebihnya dibiarkan tak bersekat. Lantai dan dindingnya, seperti juga tampak luarnya, dibiarkan mentah, tanpa cat, tanpa keramik. Warna kelabu hasil proses mengaci ini berpadu dengan warna kecokelatan yang terlihat pada rak-rak kayu serta meja dan kursi, lalu sedikit warna hitam yang ditemukan di tepian pintu dan pegangan tangga. Warna-warna ceria hadir dari ilustrasi-ilustrasi anggrek yang tertampang di dinding dan tentunya, bintang dari Aksen Domisili, anggrek-anggrek yang diletakkan di seluruh penjuru ruangan.

Ada sebuah counter di bagian belakang yang menjual makanan kecil dan minuman. Di depannya terdapat meja-meja kecil, tempat untuk menikmatinya. Awalnya seluruh bangunan tidak memakai pendingin ruangan. “Saya sendiri juga memang kurang suka dengan penggunaan AC,” ujar Vincent. Toh, seluruh pintu dan jendela selalu dibiarkan terbuka seharian. Namun Vincent juga menyadari banyak klien yang merasa perlu pendingin ruangan untuk menangkis udara panas Jakarta. Jalan keluarnya, sepotong area tempat makan dan minum ditutup kaca dan dilengkapi dengan pendingin ruangan. Kaca memberikan ilusi bahwa ruangan ini tetap luas dan tak bersekat. Namun tetap dapat menahan rasa sejuk dari si pendingin udara di dalam ruangan.

Aksen Domisili beroperasi di bawah bendera Aksen, sebuah perusahan brand consulting. Selain Aksen Domisili, grup ini juga membawahi beberapa anak perusahaan seperti VL Decoration dan Aksen Design yang tadinya memiliki lokasi kantor berjauhan. Atas dasar efisiensi, mereka menyatukan semuanya di Aksen Domisili yang selesai dibangun menjelang akhir 2018 tersebut. Walau demikian, ruang kantor hanya mengambil porsi kecil dari keseluruhan bangunan yaitu pada lantai mezanin, yang bersatu dengan perpustakaan.  

Dalam merancang bangunan Aksen Domisili, Vincent mengerahkan pengetahuan, pengalaman, dan imajinasinya sendiri. “Dari kecil saya ingin punya rumah yang tidak dicat. Ini mimpi saya. Sesuatu yang terlihat unfinished karena menurut saya ini ada value-nya,” ujarnya. Ketika pembangunan sudah berjalan 75 persen, ia masuk ke ranah desain interior. Lagi-lagi ia tidak menggunakan jasa profesional tapi mengerahkan kemampuannya sendiri. “Saya bikin draf, sketsa sendiri. Ketika barangnya datang, bisa berubah lagi,” ceritanya. 

 



Semua yang ada di Aksen Domisili terlahir dari impian Vincent. Seluruhnya khusus dibuat, bukan membeli produk jadi hasil pabrikan. Meja, kursi, dan seluruh produk yang menggunakan kayu, harus menggunakan kayu jati tanpa pelitur. Awalnya Vincent memilih kayu ulin dari Kalimantan. Ia jatuh cinta dengan warnanya yang pekat. Namun karena biaya transportasi di luar anggaran, rencana tersebut dibatalkan. 

Vincent ingin menghadirkan pengalaman yang menggelitik panca indera di Aksen Domisili. Karena itu ia enggan memelitur kayu-kayu di sana. Baunya akan jadi berbeda, begitu katanya, kayu jati memiliki bau yang khas, sesuatu yang akan terdeteksi jika Anda benar-benar merasakan kehadiraannya. Di sini, tidak perlu ada keseragaman. Rak-rak tempat menampung pot-pot besar misalnya, warnanya bisa beragam. Di bagian atas lebih muda dari bagian bawal. “Itu kayu lama bekas bongkaran,” kata Vincent. Tidak apa, secara alami kayu memang diciptakan tidak sama. 

Pilihan untuk tidak mengolah lantainya juga karena kecintaannya terhadap tanaman. Tanaman yang ada di Aksen Domisili tidak semuanya berukuran kecil yang terlihat manis di dalam ruangan tetapi juga yang berukuran besar dan tentunya berat. Dengan alasan tersebut, penggunaan keramik, granit, ataupun marmer pasti lebih berisiko. Vincent juga menampilkan instalasi listrik yang seperti mengular di langit-langit ruangan. “Polanya cantik, menurut saya. Bagaimana caranya saya membuat lekukan-lekukan dan sekrup-sekrup menjadi sebuah grafis yang indah di atas sana.”

Beranjak ke lantai berikutnya, terdapat satu ruangan seperti ruang kelas. Ada tiga meja dengan kursi-kursi di sekelilingnya. Ruangan ini bisa dipakai untuk apa saja seperti mengadakan lokakarya, acara komunitas, yoga, dan lainnya. Bahkan Vincent pernah menerima permintaan untuk acara pernikahan di sini. Ruangan ini pun dihiasi dengan anggrek dan tamanan lainnya serta ilustrasi-ilustrasi anggrek yang ada di dinding. Tujuannya, ia ingin mendekatkan dan mengedukasi masyarakat, dimulai dengan pengunjung Aksen Domisili, untuk lebih peka terhadap lingkungan dan tanaman. “Di seluruh bangunan ini kami memberlakukan Dilarang Merokok. Karena tanaman peka terhadap asap rokok,” ujar Vincent. Seluruh jendela dibiarkan terbuka membuat angin bebas mengalir ke dalamnya menghadirkan kesejukan walau tanpa bantuan pendingin udara. Kadang, burung-burung pun terbang ke dalam, seakan menyapa tanaman yang ada di dalam. Mungkin karena kesyahduan yang tercipta, kebanyakan yang berkunjung ke Aksen Domisili adalah pekerja seni seperti pelukis dan penulis, dan juga para yogi yang membutuhkan tempat berkonsentrasi dan berkontemplasi.

 



Di lantai paling atas, ruang konservatori berdiri dengan gagahnya. Pot-pot anggrek berbaris di sekeliling ruangan, di tengah ruangan, hingga digantung. Semua bagian tersentuh dengan anggrek. Bentuk ruangan ini seperti limas dengan bagian atap tertutup kaca berwarna putih. Awalnya ia meminta kaca bening namun dibatalkan karena akan panas sekali. Pilihan pun berganti menjadi warna opal. Ternyata justru sinar mentari sulit menembusnya. Namun ia sudah pasrah karena memasangnya sangat sulit mengingat angin yang sangat kencang. Bagian depan dan belakang dibiarkan tanpa kaca, tetapi dilengkapi dengan kisi-kisi yang dapat dibuka dan ditutup. “Ini fungsinya untuk menahan angin,” kata Vincent. Beragam anggrek ada di sini. Jenisnya tidak tentu, tergantung apa yang sedang dikembangbiakkan. “Ternyata orchid dari Amerika dan Eropa berbunga di sini. Yang dari Indonesia justru megap-megap,” ujarnya. 

Meskipun Aksen Domisili senang berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan para pengunjungnya, mereka tetap berpegang teguh pada upaya melestarikan lingkungan yang ideal untuk tanaman. Caranya dengan membatasi jumlah pengunjung. Karena itu, jika Anda ingin berkunjung ke sini, apalagi bersama grup, disarankan untuk membuat janji terlebih dahulu. (NOFI TRIANA FIRMAN)  FOTO: TODY HARIANTO  PENGARAH VISUAL: ERIN METASARI




 

 


Topic

Home & Architecture

Author

DEWI INDONESIA