Ario Bayu Bicara Perempuan dan Perannya dalam Film 27 Steps of May
Ario Bayu mendukung pengangkatan isu kekerasan perempuan lewat perannya sebagai Pesulap.
29 Apr 2019


1 / 4
Dalam sesi bincang dengan Dewi, Ario Bayu mengungkapkan impiannya jika ia tidak menjadi aktor, ia ingin menjadi komika atau standup comedian. Baginya, realita itu menyebalkan sekaligus menyedihkan. Hal yang luar biasa melihat seorang komika bisa menertawakan realita lewat humor yang kemudian menyeret orang-orang untuk sejenak melupakan realita yang ada. “Saya adalah orang yang realistis. Maka dari itu saya suka stand up comedy dan film. Karena keduanya bicara tentang realitas,” Ujarnya.

Realitas perempuan yang tenggelam trauma kekerasan seksual dimasa lalu terbingkai dalam film teranyarnya berjudul 27 Steps of May. Bersama Raihaanun sebagai May dan Lukman Sardi yang memainkan tokoh Ayah, Bayu berperan menjadi pesulap yang juga tetangga May. Pesulap ini perlahan membantu May dalam kehidupannya yang kelam saat menghadapi trauma.“Dalam pendalaman peran, saya fokus pada gestur tangan. Sulap seperti seni mengalihkan. Butuh dua bulan latihan untuk menguasai trik-trik sulap yang menciptakan ilusi gerakan tangan,” katanya sambil memdemonstrasikan gerakan sulap.

Sedangkan, alasan utama ia bermain dalam film ini adalah cerita dan isu sosial yang dihadirkan. “Bicara soal cerita di  film ini, saya sangat salut kepada perempuan. Saya tidak tahu mengapa banyak laki-laki sejak dulu selalu merasasuperior. Entah karena didikan orang tua, paradigma sosial atau ajaran agama. Pemikiran laki-lakiselaluberada diatasdanlebihdariperempuan, bagisaya, merupakan salah satu kebohongan besar dunia,“tutur suami dari Valentine Payen, model asal Prancis.

Konteks pemerkosaan yang menjadi lubang hitam kisah film ini tidak ada kaitannya dengan seks. Namun semua tentang kekuatan dan dominasi. Yang lebih kuat bisa melakukan apa saja terhadap yang lemah. “Saya bukan representasi dari male chauvinist pig. Bagaimana bisa saya merasa lebih dari ibu saya sendiri?” ia mempertanyakan. Isu kesetaraan gender ini harus disebarkan agar banyak orang paham bentuk maskulinisme ialah menyadari posisi perempuan dan laki-laki sederajat dan semua laki-laki punya kekurangan. “Saya turut andil memperjuangkan hal ini dan ingin meresonansikan aspek- aspek kesetaraan gender supaya isu ini bisa menguap, dipikirkan, eksekusi, dan  berujung pada perubahan,” katanya.

Setelah memerankan pesulap, bukan perkara sulit baginya untuk melepaskan karakter dan menetralisir diri. “Sebagai aktor, kita yang memainkan peran, jadi kita harus punya kontrol kepada diri kita sendiri. Bukan sebaliknya,” ia menegaskan. Kerja aktor tidak selesai sampai ditayangkannya film. Bayu selalu melakukan evaluasi pada karyanya. Disitulahiamerasa jauh dari sempurna. “Saya tidak peduli pada kesempurnaan. Saya merasa senang jika diapresiasi. Namun, saya tidak akan puas. Karena saya harus tampil lebih baik lagi esok hari dan selalu akan begitu,” tutupnya.

(Wahyu Septiyani)
Foto: Rico Leonard
Digital Imaging: Djati Farhan
 
 
 

 

Author

DEWI INDONESIA