Semai dan Tuai, Menilik Tren Urban Farming di Tengah Pandemi
Apapun tujuannya, entah untuk ketahanan pangan atau kebahagian diri sendiri urban farming makin bertumbuh di tengah pandemi.
9 Jun 2020



Seorang petani kota masih ingat benih pertama yang ia tanam di balkon rumahnya. “Tomat yang saya tanam berhasil tumbuh dengan sebagaimana mestinya,” kata Sita Pujianto praktisi urban farming yang juga aktif dalam komunitas Jakarta Berkebun. Ternyata, setelah mengikuti Akademi Berkebun di komunitasnya. Barulah ia tahu, bahwa ia menggunakan media tanam yang salah. Kini ia telah menanam banyak tanaman, mulai dari berbagai macam sayuran, bunga, hingga buah Murbei. “Saya berkebun sejak 2013. Kini, dalam masa pandemi banyak orang yang mulai tertarik berkebun. Bisa dilihat dari postingan orang-orang di sosial media yang memperlihatkan tanamannya. Ada juga beragam kelas online yang bisa diikuti,” ujar Sita.

Dilansir The New York Times, orang-orang yang membeli benih apakah mereka tukang kebun rumahan atau dokter hewan berpengalaman, mereka ingin memelihara sesuatu selama masa isolasi di tengah wabah COVID-19 atau untuk sekadar mengisi kekosongan yang disebabkan oleh surplus waktu yang tiba-tiba.

Merawat tanaman menawarkan proses, kasih sayang, dan kebahagiaan. Sehingga waktu serta perasaan kosong yang hadir bisa terisi. “Selagi berkebun, saya sangat menikmati proses. Mulai dari berkecambah, berdaun, dan berbunga. Belum lagi, saat kita harus merawatnya dengan memperhatikan air, sinar matahari, dan tanahnya. Menyaksikan prosesnya itu membuat bahagia,” kisahnya. Para peneliti dari Princeton University Amerika Serikat juga menemukan bahwa berkebun di rumah memiliki efek emosional atau kebahagiaan sama seperti bersepeda, berjalan, atau makan di luar.

Cheney Creamer dari Canadian Holticultural Theraphy Association dalam wawancaranya bersama Global News mengungkapkan berkebun adalah salah satu cara kita terhubung dengan alam. Selain menghilangkan stres, tubuh kita melepaskan zat kimia dan fitokimia ketika kita menyentuh tanaman. Hidup seakan melambat dan pribadi diajak melatih kesabaran akan sebuah proses. Hal itu juga membuat kita lebih sadar akan apa yang ada disekeliling, apakah itu rumput liar atau serangga kecil. Merawat tanaman memiliki manfaat berbeda untuk kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis. Ini yang diperlukan masyarakat kota dimana hidupnya berjalan serba cepat dan sering merasa tertekan.

 


Topic

Culture

Author

DEWI INDONESIA