Sinergi Semesta dan Manusia dalam Perjalanan Dominique Diyose ke Bhutan
Setelah Ladakh, Dominique Diyose mengunjungi Bhutan yang sarat makna.
17 Aug 2018


1 / 6
Dari Ladakh, saya, Ivan, dan seorang teman menuju ke Bhutan. Walau hanya berjarak kurang dari tiga ribu kilometer, kami sempat mengalami culture shock ketika sampai di negara yang memiliki indeks kebahagiaan nasional bruto ini. Berwisata ke Kerajaan Bhutan harus diatur melalui sebuah institusi resmi yang juga akan mengatur penginapan, pemandu, dan jadwal perjalanan. Sampai di sana, kami dijemput mobil yang akan mengantar ke hotel. Kami juga tak perlu mengangkat ransel berat kami sendiri. Rasanya seperti raja dan ratu!
 
Perjalanan ke Kerajaan Bhutan diatur di bawah kebijakan High Value, Low Impact Tourism untuk meminimalisasi dampak pariwisata massal pada masyarakat dan lingkungan yang unik di negara tersebut. Hal ini sekaligus memastikan wisatawan yang datang mendapatkan pengalaman maksimal selama kunjungan mereka. Semua orang asing (kecuali warga negara Bangladesh, India, dan Maladewa) harus mendapatkan visa sebelum mengunjungi Bhutan. Biaya visa dikenakan per hari yaitu 250 dolar AS per hari selama high season dan 200 dolar AS per hari untuk low season.
 
Setelah berada di sini, saya merasa wajar negara ini berada di 10 besar negara terbahagia di dunia. Bhutan terdiri dari 60 persen tanah dan 40 persen permukiman. Makanan yang mereka konsumsi semuanya organik. Aura positif terpancar dari penduduknya dan kemudian menular pada kami, para turis. Di sana pun tidak ada pusat perbelanjaan besar dan brand asing.
 
Kami berkesempatan mengunjungi biara Tiger Nest yang berada di atas tebing. Namun karena sebelumnya sudah khatam mendaki di Ladakh, perjalanan ini saya lalui dengan mudah. Walau tidak merencanakan sebelumnya, kami sangat beruntung berada di Bhutan ketika sedang berlangsung festival Thimphu Tshechu. Warga Bhutan yang mengenakan pakaian tradisional mereka, kira dan gho, memenuhi halaman Tashichho dzong pada festival selama tiga hari ini. Meskipun banyak turis, mereka semua terlihat membaur karena ikut mengenakan pakaian tradisional Bhutan.
 
Di negara ini, kami pun melangsungkan pernikahan. Mungkin banyak yang menganggap kami aneh, bersakit-sakit mendaki dahulu sebelum menikah. Namun Bhutan adalah tempat yang sangat kami cintai, selain Indonesia dan area Himalaya. Kami pun merasa tempat ini selaras dengan nilai yang kami junjung tinggi, bagaimana menghargai alam dan merayakan sinergi kami berdua.
                                                                                                      
Seperti diceritakan kepada Nofi Triana Firman
Foto: Dominique Diyose
 

 

Author

DEWI INDONESIA