Mengenang Issey Miyake, Desainer Ikonis Asal Jepang yang Berpulang di Usia 84 Tahun
Sang perancang meninggal dunia setelah berjuang melawan kanker hati. Warisan desainnya akan selalu dikenang hingga nanti
9 Aug 2022



Desainer asal Jepang, Issey Miyake, meninggal dunia di usia 84 tahun pada Jumat (5/8/2022). Menurut laporan BBC, Miyake menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Tokyo setelah berjuang melawan penyakit kanker hati. Pernyataan resmi Miyake Design Studio dan Issey Miyake Group yang mengabarkan berita duka ini juga menyebutkan bahwa sang legenda ditemani para kawan dekat serta rekan sejawat pada momen terakhirnya itu.

Awal karier

Issey Miyake lahir di Hiroshima pada tahun 1938. Ia masih berusia tujuh tahun ketika kota tersebut luluh lantak karena serangan bom yang dijatuhkan pasukan Amerika Serikat. Ibunya meninggal dunia karena radiasi yang diakibatkan serangan tersebut, tiga tahun setelah pengeboman terjadi.
 
Peristiwa itu begitu membekas di memori Miyake dan terus menghantuinya. Ia bahkan tak menceritakan tentang masa kecilnya itu hingga tahun 2009 lalu, ketika ia menulis sebuah opini untuk New York Times di tahun tersebut.
 
“Ketika saya menutup mata, saya masih melihat hal-hal yang tidak seharusnya dialami oleh siapa pun,” tulisnya pada kolom opini tersebut. Ia juga mengatakan bahwa ia lebih menyukai untuk memikirkan hal-hal yang bisa diciptakan, bukan dihancurkan; hal-hal yang membawa keindahan dan rasa senang.
 
Mengutip BBC, Miyake muda sempat ingin menjadi penari atau atlet—tapi cita-citanya itu berubah haluan setelah ia membaca majalah mode milik saudara perempuannya. Ketertarikannya pada desain membuatnya mengambil jurusan desain grafis di Tokyo Art University, sebelum akhirnya ia pindah ke Paris di sekitar dekade 1960-an, ketika ia mulai bekerja dengan Guy Laroche dan Hubert de Givenchy.
 
Miyake sempat pindah ke New York meski tak menetap lama, sebelum akhirnya kembali ke Tokyo di tahun 1970 untuk membuka Miyake Design Studio. Di dekade 1980-an, ia banyak dipuji sebagai salah satu desainer pionir karena karya-karyanya yang menggunakan ragam material seperti plastik dan logam—ia bahkan memakai material tradisional Jepang dan kertas dalam karya-karyanya.

 

Kekhasan karya

Di tahun 2000, Issey Miyake memperkenalkan tas "Bao Bao" yang ikonis, yang dibuat dari perca resin berbentuk segitiga. Desainnya itu memberi kesan high-tech dan futuristis yang begitu khas. Tak heran jika tas ini begitu populer hingga kini.
 
Tak hanya desain yang ia eksplorasi, tetapi juga teknik pembuatan busana. Ia mengembangkan cara baru mencipta efek lipit pada bahan dengan melipatnya di antara lapisan kertas dengan tekanan panas. Setelah dites berkali-kali, tekniknya ini menjadi kesuksesan fenomenal yang membuat lipitan kain (pleats) tetap bertahan dan tidak berkerut. Temuannya ini yang akhirnya melahirkan lini signature miliknya, Pleats, Please.
 
Miyake tak hanya dikenal dengan gaya desainnya yang high-tech tetapi mempertahankan kepraktisan dan unsur kenyamanan. Nama besarnya sebagai sebuah rumah mode juga dilekatkan pada berbagai koleksi tas, jam tangan, bahkan parfum yang mendunia. Sebotol L'Eau d'Issey yang dirilis pada tahun 1992, misalnya, kabarnya terjual setiap 14 detik di seluruh dunia.

Pencapaian dan penghargaan

Miyake banyak memperoleh penghargaan sepanjang kariernya, terutama di Prancis dan di negara asalnya, Jepang. Pada tahun 2010, misalnya, Kaisar Akihito menganugerahinya Orde Kebudayaan yang prestisius untuknya, di Istana Imperial Tokyo. Sebelumnya, di tahun 2006, ia memperoleh Kyoto Prize, penghargaan tertinggi di Jepang untuk mereka yang memiliki pencapaian besar seumur hidup.
 
Pameran “Making Things” juga diselenggarakan untuk menyoroti eksplorasi teknologi yang dilakukan Miyake pada desain-desainnya. Pameran ini debut di Cartier Foundation for Contemporary Art di Paris tahun 1998, sebelum akhirnya dipindah ke Ace Gallery di New York setahun setelahnya.
 
“Biasanya orang-orang berpikir bahwa untuk membuat baju, kita harus punya kain, lalu membuat sketsa, memotongnya, menjahit, lalu menjadi busana,” katanya pada waktu itu seperti dikutip dari WWD.
 
“Itu cara yang menyenangkan, tetapi juga tradisional. Mungkin saya sedikit kontras dengan hal itu, tapi saya menikmati sekali menemukan cara lain untuk melakukannya,” pungkasnya.


Kini sang legenda telah tiada, namun kisah hidup serta warisan kreatifnya akan selalu dikenang hingga nanti. Selamat jalan, Issey Miyake.

Mardyana Ulva
Foto: Pierre Guillaud/Agence France-Presse via New York Times

 


Topic

Fashion

Author

DEWI INDONESIA