Mengelola Emosi dengan Compassionate Witnessing
Compassionate witnessing atau menyaksikan dengan welas asih yaitu praktik mengamati pikiran dan emosi kita dengan lembut, tanpa menghakimi atau mencoba mengubahnya.
8 May 2025



Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, emosi kerap datang tanpa diundang: kadang seperti gelombang yang tenang, kadang seperti badai yang menggelisahkan. Namun, bagaimana jika kita bisa menyambut semua emosi itu dengan lembut, tanpa perlawanan atau penghakiman? 

Apa Itu Compassionate Witnessing?

Compassionate witnessing adalah seni hadir sepenuhnya bersama emosi kita, tanpa berusaha menekan, mengabaikan, atau mengubahnya. Ini bukan tentang menghilangkan rasa sakit, melainkan tentang memberinya ruang untuk diakui dan dipahami. Seperti ketika seorang teman baik mendengarkan keluh kesah kita dengan sabar, praktik ini mengajak kita menjadi saksi yang penuh kasih bagi diri sendiri.

 

Langkah-Langkah Praktik Compassionate Witnessing

1. Kenali Emosi Anda

Saat emosi muncul, entah itu sedih, marah, cemas, atau kecewa, berhentilah sejenak. Tarik napas dalam-dalam dan tanyakan pada diri sendiri, “Apa yang sedang saya rasakan saat ini?”

Terkadang, kita begitu terbiasa menghindari emosi sehingga kita bahkan tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi di dalam diri. Dengan mengenalinya, kita memberi diri kesempatan untuk memahami, bukan melarikan diri.

2. Beri Nama pada Emosi

Setelah menyadari apa yang kita rasakan, coba ucapkan dengan lembut:
“Ini adalah rasa kesepian.”
“Saya sedang merasa kecewa.”
“Ada ketakutan di sini.”

Memberi nama pada emosi membantu kita menjinakkannya. Penelitian menunjukkan bahwa sekadar mengidentifikasi emosi (affect labeling) dapat mengurangi intensitasnya, karena otak kita memprosesnya dengan lebih tenang.

 

3. Amati Tanpa Menghakimi

Seringkali, kita bereaksi terhadap emosi dengan penilaian:
“Saya tidak seharusnya marah seperti ini.”
“Saya lemah karena menangis.”

Compassionate witnessing mengajak kita untuk sekadar mengamati—seperti melihat awan berlalu di langit. Perhatikan sensasi fisik yang muncul: apakah dada terasa sesak? Apakah tangan mengepal? Tanpa mencoba mengubahnya, biarkan emosi itu ada sejenak.

 

4. Bersikap Lembut pada Diri Sendiri

Ingatlah: semua emosi adalah bagian dari pengalaman manusia. Tidak ada yang salah dengan merasa sedih, takut, atau marah. Alih-alih mengkritik diri, coba ucapkan kalimat penuh kasih seperti:
“Saya mengizinkan diriku merasa seperti ini.”
“Ini memang berat, tapi saya bisa melewatinya.”

Praktik ini melatih kita untuk berbicara pada diri sendiri seperti pada orang yang kita sayangi, yakni dengan kesabaran dan kelembutan.

 

Mengapa Compassionate Witnessing Berpengaruh Besar?

  • Mengurangi reaktivitas emosional – Ketika kita berhenti melawan emosi, kita tidak lagi terjebak dalam reaksi impulsif.
  • Meningkatkan kesadaran diri – Kita belajar memahami pola emosi kita, bukan dikuasai olehnya.
  • Memupuk self-compassion – Dengan bersikap baik pada diri sendiri, kita membangun hubungan yang lebih sehat dengan pikiran dan perasaan.

 

Mulai dari Hal Kecil

Anda tidak perlu duduk bermeditasi berjam-jam untuk mempraktikkan ini. Cobalah luangkan 3-5 menit sehari untuk:

  1. Berhenti dan bernapas.
  2. Tanyakan, “Apa yang saya rasakan sekarang?”
  3. Akui dengan lembut, tanpa penilaian.
  4. Berikan diri izin untuk merasakannya.

Seiring waktu, Anda akan menemukan bahwa emosi bukanlah musuh, melainkan bagian dari diri yang hanya ingin didengarkan. 

 

Dengan compassionate witnessing, kita belajar menjadi sahabat terbaik bagi diri sendiri, dan pada akhirnya, hidup dengan lebih tenar dan utuh. Mulailah hari ini. Berikan diri Anda hadiah terbesar: kehadiran yang penuh kasih. 

Teks: Mardyana Ulva
Foto: Unsplash

 


Topic

Wellness

Author

DEWI INDONESIA