Pernikahan Sara Djojohadikusumo dan Harwendro Adityo Dewanto, Bukti Cinta Penyatu Perbedaan
Simak cerita cinta Sara Djojohadikusumo dan Harwendro Adityo Dewanto yang menikah dengan menyatukan segala perbedaan.


Pernikahan Sara Djojohadikusumo dan Harwendro Adityo Dewanto yang berlangsung selama tiga hari, mulai dari 22 hingga 24 Agustus, dipercayakan pada wedding organizer M&M Concepts. Untuk acara siraman, midodareni, sungkeman dan dulangan (suapan terakhir dari orangtua), Sara mempercayakan busananya pada desainer Vera Kebaya, sementara make-up up tradisional dan hairdo untuk acara panggih dipercayakan pada ahli paes, Tari Donolobo, beserta timnya. Setiap acara tradisional Jawa ini lengkap dengan iringan gamelan live dibawah arahan Retno Maruti dan Sentot. Upacara pemberkatan yang sakral, terasa makin syahdu dengan keindahan dekorasi dari Stupa Caspea dan Bloomz. Mengenakan kebaya putih panjang karya Biyan dan make-up oleh Upan Duvan, Sara tampak anggun dan bersahaja. Momen-momen terbaik dalam pernikahannya pun didokumentasikan oleh Jimmy dan Jan dari Axioo, sedangkan family portrait dan dokumentasi kedua pasangan oleh Indra Leonardi photography.

Acara terakhir di Bali, diisi dengan resepsi bergaya western, dimana Sara Djojohadikusumo tampak bersinar mengenakan busana karya Eddy Betty dengan hairdo oleh Woko, salah satu hairstylist favoritnya, ditemani hairpiece dari Rinaldy A Yunardi, sementara Didit mengenakan suit dari Lanvin. Malam resepsi yang dihadiri sekitar 450 tamu itu terasa unik dan berbeda. Diawali dengan masuknya keluarga ke area acara diiringi sekitar 50 seniman (orkestra tradisional Bali dan para penari Bali), acara lalu dibuka dengan tarian tradisional Bali. Kemudian para bridesmaids, maid of honor, groomsmen dan bestman masuk ke area resepsi. Setelahnya, suasana langsung berganti ketika alunan lagu Love Never Felt So Good yang dipopulerkan oleh Michael Jackson diperdengarkan, menjadi pengantar Sara dan Didit memasuki area resepsi. First dance kedua mempelai diiringi lagu All of Me dari John Legend, yang dinyanyikan oleh Billy Simpson dan Umbu Karobang dengan Beyond Entertainment Band, sementara lagu yang mengiringi Father-daughter dance Sara dengan sang Ayah adalah lagu Cinderella dari Steven Curtis Chapman.

Di acara resepsi itu juga, Sara mendedikasikan waktu untuk mengenang ayah Didit yang telah almarhum. “Pada saat waktunya saya memberikan pidato, saya mendedikasikan waktu untuk mengenang ayah Didit dengan menyalakan lilin-lilin kecil yang mengelilingi foto-foto Didit, sang ayah dan keluarganya, dari kecil hingga dewasa. “ cerita Sara. Acara terasa begitu haru kala sang mempelai pria meneteskan air mata dengan kejutan yang diberikan Sara.  “Ayahnya (ayah Didit) pasti bahagia melihat bagaimana ia sekarang sudah menjadi laki-laki dewasa yang patut dibanggakan,” ujar Sara.

Dua bulan setelahnya, pada tanggal 3 dan 4 Oktober, dihelat kembali resepsi pernikahan di Jakarta selama dua hari. Kali ini, lebih diperuntukkan bagi semua kenalan dan rekan yang tidak berkesempatan untuk datang ke acara pernikahan di Bali yang memang lebih diperuntukkan sebagai acara intim keluarga besar. Untuk dua resepsi ini, mereka mempercayakan Tiara Josodirdjo & Associates untuk mengurus pesta pernikahan mereka.  Untuk dekorasi, mereka memilih Stupa Caspea & Suryanto Décor.  Sara sendiri untuk hari pertama mengenakan busana pengantin karya Danar Hadi, dan di hari kedua mempercayakan desainer Ferry Sunarto untuk merancang gaun resepsinya.

Meski memiliki rangkaian acara yang tidak sedikit, baik dari pihak keluarga Sara Djojohadikusumo maupun Didit tidak menghadapi halangan yang cukup berarti. “Untungnya, tidak ada perbedaan keinginan dari kedua belah pihak mengenai tema acara, karena memang kami berasal dari latar belakang budaya yang sama.” Ujar Sara.

Dari pertemanan tiga tahun, dan pertunangan lebih dari dua tahun itu, akhirnya dua manusia berbeda karakter itu bersatu di pelaminan. Sara pun teringat akan satu kenangan, ketika ia memberi tahu ibunya bahwa Didit baru saja melamarnya. Saat itu ibu Sara sedang berada di Bali, dan Sara mengirimkan foto cincin pertunangannya. “Ibu menangis melihatnya. Ia bilang, betapa sederhana tapi indahnya, cincin yang dipilih Didit. Menggambarkan karakter Didit yang memang cocok bagi saya.” Kenang Sara. “Ibu bilang Didit adalah pria yang bisa memberi pengaruh baik, mengubah saya menjadi orang yang lebih baik.” Dan di akhir hari, saat semua keriaan telah usai dan kehidupan pernikahan terbentang di hadapan mata, tidak ada pasangan hidup yang lebih tepat, selain dia yang bisa membuat pasangannya menjadi orang yang menjalani hidup dengan lebih baik dari sebelumnya. (WENY SANTIKA). Foto: Dok. Axioo

 

Author

DEWI INDONESIA