Membedah Konsep Kreatif Farhan Siki
Memulai perjalanan globalnya di Italia, seniman jalanan Farhan Siki berbagi cerita tentang proses kreatifnya.
10 Jun 2020




Seniman jalanan Farhan Siki
awalnya mengenal dan mendalami seni secara otodidak. Ia pernah dididik di Studio Hanafi dan menjadi aktivis dalam represi orde baru. Kerja keseniannya dipengaruhi kritik pada kehidupan urban. Seniman jalanan melalui grafiti selalu menjadikan protes untuk mengekspresikan dirinya tentang ruang yang menyangkut sejarah dan sosial.

Pada tahun 2009, ia  berpartisipasi dalam Artjog dan menampilkan karya gigantic setinggi 25 meter. Karya tersebut menarik perhatian. Setelah itu, ia menjalani residensi di Italia. “Selesai residensi saya masih mengunjungi Italia. Saya berupaya membangun jejaring dengan komunitas-komunitas seni. Bagi seniman menjalin relasi itu sangat penting,” ujar Farhan Siki dalam acara #BasriMenyapa yang didukung oleh Kidung Artspace.


Ia telah berhasil menjalin kerja sama dengan komunitas seniman jalanan di Eropa, ia melakukan pameran tunggal di galeri Primo Marella di Milan dengan judul Implosion. “Pameran ini  merespon keadaan dunia dan internet. Dimana kita dicekoki informasi. Hal tersebut yang kemudian menjadi poin utama. Realitas yang sedang kita hadapi memang demikian adanya. Informasi menumpuk sampai tak bisa mencerna,” tambahnya.

Seniman dituntut untuk merespon situasi. Bagaimana ia bisa menyatakan sikap dari setiap kejadian yang dirasanya penting. Selain itu seniman juga harus riset. Kerja seni adalah kerja intelektual yang membutuhkan data dan pengetahuan untuk diolah.



Tanpa menguasai data, karya akan terasa hampa. Bagi Farhan, membaca buku bagian dari memproduksi pengetahuan. Terlebih, seniman tidak selalu bisa melakukan riset sendirian. Perlu dukungan lintas disiplin. “Kita harus bertanya pada orang yang memang menguasai suatu bidang tertentu,” tambah pria yang telah menggelar puluhan pameran di Indonesia maupun luar negeri.  

Ia tidak meninggalkan idealisme sebagai seniman jalanan. “Pilihan saya jatuh pada alternatif, pada dasarnya seniman juga ingin diterima ke wilayah mainstream. Saya ingin bisa keduanya. Karena saya merespon isu sosial dan berhubungan item yg dijual.” ucapnya. Bagaimanapun, menurutnya menjadi seniman harus mempunyai komitmen sosial bagaimana mempelajari proses sosial bersama masyarakat. Foto: Dok. #BasriMenyapa
 
 

 

 

Author

DEWI INDONESIA