Mengupas Soal Transformasi Tempat Kerja Bagi Para Perempuan di Masa Mendatang
Bersama dengan Kearney dan Egon Zehnder, Dewi berdiskusi dengan deretan perempuan hebat soal pentingnya mengubah etos dan situasi tempat kerja yang kondusif bagi para perempuan.
9 Mar 2022



Pernahkah Anda merasa, khususnya Anda yang berkarier, bahwa masih ada bias-bias tertentu yang membatasi perjalanan profesionalisme? Sebagai perempuan, terkadang memang ada standarisasi ganda yang cukup membebani, apalagi di era modern seperti saat ini. Perempuan yang bekerja seakan dituntut menjadi seorang ‘superwoman’

Bekerja di kantor lalu pulang kembali ke rumah dan mengurus keluarga sudah menjadi makanan sehari-hari. Apalagi di masa pandemi ketika seorang perempuan yang juga ibu harus menemani anak-anaknya belajar di rumah. Belum lagi ketika harus ke kantor harus menghadapi persaingan dengan kaum laki-laki yang masih dipandang superior oleh sebagian orang. Faktor-faktor ini akhirnya menjadi beban mental yang tak terelakkan.

Sebagai seorang ibu, saya sendiri merasakan bahwa tempat bekerja merupakan sebuah pelarian. Adalah tempat menikmati “me-time” tanpa ada intervensi dari anak yang pastinya menguras energi dan waktu. Bersyukur saya bisa menikmati pekerjaan dengan tenang di lingkungan kerja yang tepat dengan support system keluarga yang mumpuni. Namun, bagaimana keadaannya untuk perempuan lain yang sulit mengatur work-life balance di keseharian mereka?

Sebuah perusahaan konsultan manajemen global yakni Kearney, bersama perusahaan konsultan pengelola, Egon Zehnder, melakukan studi tentang hal tersebut. Sebuah forum diskusi yang juga digelar bersama DEWI serta KADIN bertajuk “Transformasi Masa Depan Pekerjaan untuk Perempuan” diadakan sebagai acara untuk merayakan Hari Perempuan Sedunia. Diskusi ini bertujuan untuk berbagi wawasan dan memamparkan ide-ide inovatif, serta visi untuk masa depan tempat kerja yang lebih inklusif bagi perempuan.

Forum diskusi ini juga dihadiri oleh deretan pemimpin perempuan yang sukses dan telah membuktikan diri bahwa perempuan itu mampu mencapai posisi top managerial di antara bias gender yang ada. Mereka adalah  Shirley Santoso, Partner and President Director Kearney, Henny Purnamawati, Senior Partner, Head of Financial Services Indonesia Egon Zehnder; Shinta Kamdani, CEO of SINTESA Group, Wakil Ketua Koordinator KADIN, dan Ketua Presidensi B20 2022; Svida Alisjahbana, CEO GCM Group; Alexandra Iskandar; Wakil CEO PT Bank Mandiri Tbk; Dian Siswarini, Presdir PT XL Axiata Tbk; Marina Kacaribu, Managing Director Cisco Indonesia; Monika Rudijono, Managing Director Vidio; Rani Sofjan, Managing Director Northstar Group, dan Sinta Sirait, Former Chief Finance and Operation Officer Jakarta Intercultural School.

Svida Alisjahbana, Shirley Santoso, dan Henny Purnamawati membahas tentang work-life balance bagi para perempuan.


Sebuah survei telah dilakukan oleh Kearney dengan menanyakan kepada 200 tenaga profesional perempuan dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura mengenai tantangan mereka untuk berpartisipasi dalam program pengembangan kemampuan kepemimpinan. Sebanyak 28 persen responden mengatakan bahwa walaupun perusahaan memberikan program pengembangan kepemimpinan, namun sangat minimal kesempatan untuk mempraktekkan hal-hal yang telah mereka pelajari. Lalu 27 persen dari mereka merasa sulit untuk meluangkan waktu antara beban tanggung jawab pekerjaan dan urusan domestik dan 22 persen mengatakan bahwa perusahaannya tidak melibatkan mereka dalam memutuskan program pelatihan kepemimpinan yang paling cocok yang sesuai dengan kebutuhan mereka, terutama sebagai seorang perempuan.

Melihat data faktual tersebut, terbukti bahwa masih ada bias gender di kalangan profesional. Ditambah adanya fenomena global “The Great Resignation” di mana 40 persen tenaga kerja global termasuk para perempuan telah mempertimbangkan untuk mengundurkan diri dari tempat kerja pada tahun 2021 karena berbagai alasan. Apabila tidak ada perubahan di tempat kerja, sulit bagi para perempuan untuk menyamai kedudukan para laki-laki yang secara teknis lebih leluasa dan tidak memiliki batasan berkarier. 

Mari simak diskusi yang sangat menarik ini sekali lagi pada video di bawah ini untuk memperdalam wawasan soal bagaimana perempuan dapat menyiasati peran ganda tanpa harus mengorbankan salah satu dari peran tersebut. Mengutip Henny Purnamati dalam diskusi ini, “tidak ada kata ‘atau’ soal menjadi ibu atau perempuan berkarier, yang ada hanya kata ‘dan’”. 


JESSICA ESTHER
Foto: Occam

 


Topic

Culture

Author

DEWI INDONESIA