Kisah Cinta Rumah Purnama
Di balik lebatnya hutan di perbukitan, Arsitek Maximilian Jencquel mengisahkan kehangatan melalui bidang-bidang konstruksi.
17 Dec 2020


Rumah Purnama yang dikelilingi alam.
1 / 5

Ia bernama Rumah Purnama. Bangunan dua lantai ini menghadap ke timur dan merangkul bulan saat ia muncul di cakrawala dari balik perbukitan yang tertutup hutan. Di timur laut, Gunung Agung, gunung berapi suci di Bali, menampakkan diri dengan penuh keanggunan, kekuatan, dan keindahan. 

Sebuah pintu kecil bergaya Bali, dikenal sebagai angkul-angkul oleh masyarakat Bali, menandai pintu masuk properti ini. Memasukinya, kita akan menemui lahan berundak menurun. Sebuah tangga kemudian membawa kita ke bawah ke taman beralaskan batu kerikil yang dikelilingi pohon bambu sehingga memberi nuansa Zen. Dan akhirnya, kita sampai di pintu masuk rumah. 

Maximilian Jencquel dari Studio Jencquel, arsitek sekaligus pemilik Rumah Purnama, memperoleh properti ini untuk dirinya dan keluarga pada Agustus 2018 saat ia baru saja menjual Rumah Hujan, rumahnya sebelumnya. Proses restorasi dan renovasi kemudian dilaksanakan dan berlangsung selama satu tahun. 

Rumah Purnama adalah rumah wantilan peninggalan Bali yang kini telah memiliki kemewahan tur- tur kehidupan modern dengan tetap mempertahankan pesona kejayaan Bali. Di bawah naungan pohon kelapa 100 tahun dan di bawah atap jerami, rumah tiga kamar tidur ini menawarkan pemandangan spektakuler di sepanjang Bukit Campuhan, Ubud, Bali.

Rumah Wantilan secara tradisional memiliki struktur atap berlapis, mirip dengan pagoda, mungkin karena kebutuhan untuk memungkinkan udara panas keluar saat naik di dalam gedung, dan mungkin juga untuk memungkinkan lebih banyak cahaya masuk, namun tetap mencegah hujan. Ini dapat diartikan, Rumah Purnama adalah wantilan yang berdinding dan menjadi komoditas untuk kehidupan modern. 

Selama renovasi berlangsung, Max menemukan serangkaian cerita rumah yang ditunjukkan dalam elemen-elemen yang mungkin berusia lebih dari 100 tahun. Pondasi asli rumah menggunakan bahan batu paras yang diambil dari sungai dekat situ, ini mungkin tidak akan menjadi pilihan material untuk konstruksi bangunan-bangunan baru. Max juga menemukan ukiran kayu yang indah saat menggali, yang kemudian ia perbaiki dan menjadi ‘penghuni’ di rumah yang baru. Yang terakhir adalah ular sanca batik kuning dan 12 butir telur. Ular ini diyakini sebagai reinkarnasi dari nenek moyang pemilik tanah dalam sistem kepercayaan Hindu sehingga Max dan keluarga perlu mencarikan rumah baru. 

Proses renovasi dijalankan Max dengan hampir tidak ada tantangan. Proyek ini berjalan dengan sendirinya, mungkin karena begitu membumi pada warisan yang ada, dan ceritanya tinggal menunggu seseorang untuk menyuarakannya. “Seperti ucapan orang di Prancis “Ça coul comme de l’eau de source”, yang berarti mengalir seperti air dari mata air,” ujar Max melalui surelnya kepada Dewi. 

Lebih lanjut, Max mengaku tidak punya aturan atau rumus dalam hal mengombinasikan bangunan traditional dan modern. “Ini seperti memasak, Anda perlu menemukan keseimbangan antara bahan-bahannya,” ujarnya. Rumah ini sudah memiliki beberapa tur, seperti atap alang-alang dengan kasau bambu. Ini secara otomatis sudah menjadi proses kombinasi karena fitur tersebut sudah sangat terkait dengan arsitektur lokal dan memiliki kehadiran yang kuat yang dirasakan di seluruh bagian rumah. 

Memasuki rumah, area penyambutan di lantai dasar berfungsi sebagai ruang transisi yang berperan sebagai mediator antara ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar tamu, powder room, dan tangga yang menuju ke lantai satu. Dapur modern lengkap bersebelahan dengan area pintu masuk. Sementara ruang tamu dan ruang makan terbuka berbagi area seluas 35 meter persegi dengan lantai teraso. Hanya beberapa langkah dari kolam renang, area ini adalah lokasi yang tepat untuk menikmati pemandangan di sekeliling rumah. 

Di sisi berlawanan dari aula masuk dan dapur terdapat kamar tidur tamu lantai dasar. Berukuran 17 meter persegi, kamar ini memiliki jendela yang menghadap ke timur dan selatan, menawarkan pemandangan indah ke arah kolam renang dan sekitarnya, serta ke kuil keluarga Bali di dekatnya. 

Dari aula pintu masuk, tangga naik mengarah langsung ke ruang keluarga, di mana dinding dan lantai berlapis kayu Bangkirai menciptakan nuansa kabin yang nyaman. Dari sini, Anda bisa mengakses dua kamar tidur utama, yang keduanya terletak di lantai atas rumah. Kedua kamar menghadap sebagian besar ke timur dan menawarkan pemandangan yang menakjubkan ke Gunung Agung dan ke arah laut, yang pada hari-hari cerah dapat dirasakan dari kejauhan. (NTF) Foto: Dok. Studio Jencquel 

 

Author

DEWI INDONESIA