Ketika Perbedaan DNA Menjadi Daya Jual Sebuah Kolaborasi

Melibatkan diri dalam suatu kolaborasi tampaknya telah menjadi tren yang hakiki tiap musimnya. Namun apa yang terjadi apabila sebuah label busana berkolaborasi dengan label busana lain yang memiliki DNA jauh berbeda? Musim panas tahun lalu, seluruh pecinta mode dikejutkan oleh Vetements lewat koleksi spring/summer 2017 miliknya yang tak hanya berkolaborasi dengan sebuah label, melainkan 18 label. Namun kolaborasi yang paling menuai perhatian ialah kolaborasinya dengan Manolo Blahnik.
Secara alam, Vetements dan Manolo Blahnik bukanlah pasangan yang serasi. Karya-karya Vetements sinonim dengan ironi dan provokasi yang kian menggugah pikiran kalangan tertentu. Berbeda tentunya dengan Manolo Blahnik dimana pasangan sepatu Hangisi miliknya hampir dimiliki atau setidaknya menempati daftar wish list para wanita kosmopolitan di seluruh dunia.
Bagi Demna Gvasalia dan Vetements, alasan bekerja sama dengan Manolo Blahnik cukup mudah ditebak. “Manolo Blahnik adalah salah satu perancang sepatu paling terkenal di dunia,” ujarnya dalam sebuah wawancara dengan Stpehanie Hirschmiller dari Footwear News. “Karya-karyanya dapat ditemui di seluruh dunia dan merupakan sebuah item klasik bagi bintang film, editor, dan para wanita yang meyakini kualitas paripurnanya.” Bagi Blahnik, keputusan tersebut datang berdasarkan insting. “Saya tidak tahu banyak tentang mereka,” akunya. “Tapi saya tidak memikirkannya terlalu banyak. Saya selalu merasa penasaran bagaimana para anak-anak muda ini melakukannya. Jadi mereka datang, dan saya menyukainya dan saya katakan, ‘Mari kita lakukan.’ Dan kami pun melakukannya. Semua yang saya lakukan instan.”
Sepatu Hangisi khas Blahnik menjadi titik awal kolaborasi mereka. Namun tim Vetements datang dengan permintaan yang tak terduga. “Mereka memberitahu saya bahwa mereka ingin menghancurkannya,” ujar Blahnik penuh tawa, “dan mereka menghancurkannya dengan penuh kebrutalan.” Hal yang sama juga terjadi di balik rancangan sepatu bot kolaborasi mereka. “Kami pernah melakukan thigh-high, jadi kami bertanya, apakah Anda bisa melakukan waist-high untuk kami kali ini?” ujar Demna. Kedua permintaan tersebut dikabulkan oleh Blahnik. Tak hanya itu saja, ia juga dengan senang hati memberikan sentuhan personalnya lewat sebuah sulaman tandatangan yang tertera pada tiap pasang sepatu pump satin tersebut.
Kolaborasi serupa turut terjadi pada Coach dan Rodarte. Berawal di New York Fashion Week, ketika Rodarte dan Coach dijadwalkan untuk tampil pada hari gelaran yang sama, mereka pun bertemu dan berkenalan secara spontan. Stuart Vevers (creative director Coach) serta Kate dan Laura Mulleavy berulang kali menekankan minimnya strategi dan betapa ‘organik’ kolaborasi yang mereka ciptakan tersebut dan terus menitikberatkan pada koneksi emosional mereka. Fakta bahwa Rodarte memiliki impresi luks yang artistik (terlebih setelah beralih ke pekan mode Paris) dan Coach memiliki visi komersil serta keahlian mengolah produk kulit; tidak merubah pikiran mereka.
Dalam wawancaranya dengan Fashionista, Laura Mulleavy mengungkapkan jika bekerjasama dengan desainer lain merupakan hal yang alami bagi bagi duo desainer tersebut. Hubungan baik yang terjalin bahkan membuat kedua bersaudari tersebut berguyon perihal Stuart Vevers yang sudah dianggap layaknya saudara laki-laki. “Hubungan kami lebih emosional, saya memiliki perasaan jajaran koleksi tas dan busana yang dengan cerdas menikahkan sensibilitas kaya akan dekorasi romantis khas Rodarte dengan estetika utilitarian milik Coach, namun turut melahirkan sebuah persahabatan antara desainer yang terbilang langka. (GG)
Secara alam, Vetements dan Manolo Blahnik bukanlah pasangan yang serasi. Karya-karya Vetements sinonim dengan ironi dan provokasi yang kian menggugah pikiran kalangan tertentu. Berbeda tentunya dengan Manolo Blahnik dimana pasangan sepatu Hangisi miliknya hampir dimiliki atau setidaknya menempati daftar wish list para wanita kosmopolitan di seluruh dunia.
Bagi Demna Gvasalia dan Vetements, alasan bekerja sama dengan Manolo Blahnik cukup mudah ditebak. “Manolo Blahnik adalah salah satu perancang sepatu paling terkenal di dunia,” ujarnya dalam sebuah wawancara dengan Stpehanie Hirschmiller dari Footwear News. “Karya-karyanya dapat ditemui di seluruh dunia dan merupakan sebuah item klasik bagi bintang film, editor, dan para wanita yang meyakini kualitas paripurnanya.” Bagi Blahnik, keputusan tersebut datang berdasarkan insting. “Saya tidak tahu banyak tentang mereka,” akunya. “Tapi saya tidak memikirkannya terlalu banyak. Saya selalu merasa penasaran bagaimana para anak-anak muda ini melakukannya. Jadi mereka datang, dan saya menyukainya dan saya katakan, ‘Mari kita lakukan.’ Dan kami pun melakukannya. Semua yang saya lakukan instan.”
Sepatu Hangisi khas Blahnik menjadi titik awal kolaborasi mereka. Namun tim Vetements datang dengan permintaan yang tak terduga. “Mereka memberitahu saya bahwa mereka ingin menghancurkannya,” ujar Blahnik penuh tawa, “dan mereka menghancurkannya dengan penuh kebrutalan.” Hal yang sama juga terjadi di balik rancangan sepatu bot kolaborasi mereka. “Kami pernah melakukan thigh-high, jadi kami bertanya, apakah Anda bisa melakukan waist-high untuk kami kali ini?” ujar Demna. Kedua permintaan tersebut dikabulkan oleh Blahnik. Tak hanya itu saja, ia juga dengan senang hati memberikan sentuhan personalnya lewat sebuah sulaman tandatangan yang tertera pada tiap pasang sepatu pump satin tersebut.
Kolaborasi serupa turut terjadi pada Coach dan Rodarte. Berawal di New York Fashion Week, ketika Rodarte dan Coach dijadwalkan untuk tampil pada hari gelaran yang sama, mereka pun bertemu dan berkenalan secara spontan. Stuart Vevers (creative director Coach) serta Kate dan Laura Mulleavy berulang kali menekankan minimnya strategi dan betapa ‘organik’ kolaborasi yang mereka ciptakan tersebut dan terus menitikberatkan pada koneksi emosional mereka. Fakta bahwa Rodarte memiliki impresi luks yang artistik (terlebih setelah beralih ke pekan mode Paris) dan Coach memiliki visi komersil serta keahlian mengolah produk kulit; tidak merubah pikiran mereka.
Dalam wawancaranya dengan Fashionista, Laura Mulleavy mengungkapkan jika bekerjasama dengan desainer lain merupakan hal yang alami bagi bagi duo desainer tersebut. Hubungan baik yang terjalin bahkan membuat kedua bersaudari tersebut berguyon perihal Stuart Vevers yang sudah dianggap layaknya saudara laki-laki. “Hubungan kami lebih emosional, saya memiliki perasaan jajaran koleksi tas dan busana yang dengan cerdas menikahkan sensibilitas kaya akan dekorasi romantis khas Rodarte dengan estetika utilitarian milik Coach, namun turut melahirkan sebuah persahabatan antara desainer yang terbilang langka. (GG)
Author
DEWI INDONESIATRENDING RIGHT THIS VERY SECOND
RUNWAY REPORT
Debut DIBBA “Odyssey” di Panggung Internasional