Peleburan Batas Kreativitas Adrian Gan untuk Dewi Fashion Knights 2019
Tema “Borderless” ia interpretasikan sebagai leburnya batas kreativitas untuk berekspresi.


Kiprah Adrian Gan di kancah mode Tanah Air sudah tak diragukan lagi. Koleksi-koleksi adibusananya penuh detail yang kerap meleburkan dua unsur budaya memikat hati Dewi untuk memilihnya sebagai salah satu Dewi Fashion Knights 2019.

Untuk peragaan istimewa ini, Adrian hendak membuat koleksi yang kental unsur budaya Indonesia. Maka dipilihlah kain ulos sebagai bintang utama koleksinya. Dan ketika saya bilang bintang utama, ulos benar-benar hadir sebagai sajian utama dalam koleksi ini. Bukan sekadar benang merah yang muncul sekali-kali sebagai aksen pakaian, ulos menjadi material utama pakaian-pakaian dalam koleksi ini.

Bukan cuma mengeksplorasi kain tradisional Indonesia, Adrian juga mengambil inspirasi dari gaya berpakaian tradisional masyarakat Indonesia. Menurutnya gaya pakaian tradisional Indonesia terdiri dari tiga elemen: atasan, sarung, dan celana. Ia pun memodifikasi ketiga unsur tersebut dengan membuat atasan yang terinspirasi dari baju bodo, serta jaket-jaket pendek yang mengambil inspirasi dari beskap Jawa. Tentunya dengan cita rasa yang lebih modern.

Kontras dengan koleksi-koleksi adibusananya yang erat dengan kesan mewah, ia merancang koleksi ini dengan lebih "santai". “Saya menginterpretasikan tema ‘Borderless’ sebagai peluang untuk mengekspresikan diri di luar ekspektasi orang terhadap karya saya, karena itu kali ini saya membuat koleksi yang lebih santai,” kata Adrian pada kesempatan konferensi pers Dewi Fashion Knighst 2019 di Plataran Menteng, 9 Oktober 2019.

Santai tak lantas membuat Adrian membuat koleksi yang minimalis. Meski terlihat lebih sederhana dengan siluet yang rileks, tak diragukan lagi kemahiran teknis Adrian dalam mencipta detail-detail pakaian dalam koleksi ini. Misalnya dengan memanipulasi kain untuk mengaksentuasi tekstur kain-kain Ulos yang digunakan. Salah satunya dengan metode tradisional jumputan untuk memberikan efek 3D pada kain.

Ia juga memadukan kain-kain tradisional ini dengan kain-kain industrial yang modern. “Saya suka pakaian tradisional yang dipadankan dengan kain-kain modern, terutama dengan metode draping. Sebab metode itu tidak merusak keutuhan kain,” jelas Adrian dalam sesi wawancara di butiknya.

Demi semakin menghidupkan koleksinya ini, Adrian sengaja memilih kain-kain lawas sebagai materialnya. Menurutnya, kain-kain yang sudah pernah dipakai dan diwariskan turun-temurun sebelumnya mempunyai aura tersendiri. “Seperti ada nyawanya dibandingkan dengan kain-kain baru,” lanjutnya.

Dalam mengumpulkannya ia dibantu oleh Torang Sitorus yang juga seorang kolektor Ulos. Kain-kain itu pun disulap menjadi serangkaian koleksi yang nampak rendah hati dengan segala kerumitan teknisnya.

Yang patut diapresiasi dari koleksi Adrian Gan adalah usahanya untuk tidak mencoba mengubah wujud sumber inspirasinya atau memodernisasi inspirasinya dengan sentuhan-sentuhan yang tak perlu. Alih-alih, ia mengaksentuasi elemen-elemen kunci pakaian tradisional Karo yang memenuhi moodboard-nya. Volume, drapery, aksesori, dan sebagainya untuk menghasilkan versi yang lebih modern tanpa membuat pakaian-pakaian itu terasa asing. (SIR). Foto: GCM Group.

 
 

 

Author

DEWI INDONESIA