Mengenal Sang Puan Di Balik Halodoc, Felicia Kawilarang
Di umur yang masih belia, Felicia mencoba menggemakan gaungnya di dunia telemedis untuk menyentuh kehidupan masyarakat Indonesia dan membuatnya menjadi lebih baik.
25 Jun 2020




"Jujur, jika bisa saya menginginkan lebih banyak waktu untuk brainstorming,” Felicia Kawilarang Aluwi berujar diiringi tawa. Vice President Marketing perusahaan telemedis Indonesia, Halodoc, ini sedang bercerita tentang kesibukannya di masa pandemi COVID-19. Berada di sebuah perusahaan start up, Feli -panggilan akrabnya, harus membiasakan dirinya bekerja dengan alur yang serba cepat. Salah satunya meluncurkan drive thru rapid test appointment dengan persiapan hanya dalam dua minggu.

Berada di tengah balada sebuah pandemi, ada banyak hal yang harus ia kerjakan. Kebutuhan akan layanan kesehatan di masa-masa ini memang kian meningkat. Yang berarti pekerjaannya sebagai seorang VP Marketing terus berkembang. Ia bersama tim pun terus berupaya untuk menghadirkan layanan yang dapat mempermudah akses kesahatan bagi masyarakat Indonesia, meskipun harus bekerja dari rumah.

“Kebutuhan pelayanan Halodoc memang sangat meningkat menjelang pandemi ini. Saya rasa orang Indonesia mulai lebih memerhatikan kesehatannya. Kami juga melihat adanya perubahan dalam kebiasaan sehari-hari banyak orang. Banyak yang sekarang mulai rutin olahraga, berjemur pagi, dan permintaan akan vitamin pun meningkat,” ucap Felicia.

Firma konsultasi dan riset bisnis, Inventure Indonesia menyebutkan bahwa kasus penyebaran pandemi ini justru menjadi akselerator revolusi di dunia kesehatan melalui telemedis. Kemudahan dalam berkonsultasi, disusul dengan mudahnya membeli obat dari apotek terpecaya, membuat orang-orang beralih menggunakan jasa aplikasi kesehatan ini. Jasa ini semakin dicari, terlebih lagi dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi gerak masyarakat di ruang publik.

“Kami telah mengantisipasi penyebaran COVID-19 di Indonesia sejak bulan Februari, bahkan sebelum pasien pertama terdeteksi di Indonesia,” jelas Felicia melalui telekonferensi kepada Dewi. Lelucon bahwa orang Indonesia kebal terhadap virus yang sempat menjamur di sosial media tak pernah diindahkan olehnya, ia menyadari bahwa virus ini harus ditanggapi dengan serius. Ini jelas bukan waktunya untuk bercanda. Feli, kemudian mempelajari bagaimana negaranegara lain seperti Cina dan Korea Selatan melakukan penanganan untuk memperlambat penyebaran virus tersebut, yang kemudian ia adaptasi dan implementasikan melalui layanan yang tersedia di Halodoc.

“Langkah awal yang kita lakukan ialah memberikan awareness kepada orang Indonesia betapa pentingnya self-isolation dan mengedukasi hal-hal apa yang harus mereka ketahui tentang COVID-19. Apakah perlu ditakutkan, langkah-langkah apa yang dapat dilakukan untuk menghindari terjangkit virus tersebut,” jelasnya. Selain itu, mencontoh keberhasilan kedua negara tersebut, Halodoc kemudian meluncurkan layanan rapid test yang bekerja sama di rumah sakit yang telah ditunjuk oleh pemerintah.

“Halodoc sendiri sudah bekerja sama dengan hampir 1.000 rumah sakit di Indonesia, jadi kami memutuskan untuk menghadirkan layanan pendaftaran rapid test di rumah sakit dan juga melalui drive thru yang dilakukan di beberapa lokasi,” lanjutnya. Tingginya permintaan mengharuskan Feli untuk bergerak cepat dan berpikir lebih keras.

Liku Feli menjadi salah satu orang yang berkontribusi membangun Halodoc dari nol bukan perkara mudah.Perusahaan yang didirikan pada tahun 2016 ini, hadir dengan tujuan untuk memberi kemudahan dalam menerima akses layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Dengan layanan konsultasi tanpa harus bertemu secara fisik melalui fitur chat ataupun videocall, Halodoc menjadi salah satu start up yang kian ramai menjelang penyebaran pandemi COVID-19.

Latar belakang Feli yang belum pernah menaungi dunia kesehatan sebelumnya, membuatnya muncul sebagai pemain baru yang harus menyeruak dalam belantara industri kesehatan Indonesia. Ada waktu ketika ia merasa bimbang atau ragu, namun dirinya tak pernah takut untuk menghadapi tantangan yang ada di depannya. Selalu ada perasaan menggelitik dalam dirinya ketika ia berhasil membantu seseorang. Perasaan berbunga-bunga ini menjadi sumbu api yang mendorong lajunya dalam berkarier hingga kini. Ketika ia melihat pukau reaksi seseorang terhadap apa yang ia kerjakan, ia merasa senang dan seakan makin bersemangat.
 
“Tantangan terbesar mungkin adalah umur saya yang masih muda, dan fakta bahwa saya seorang perempuan,” ucapnya. Feli menuturkan, jumlah wanita yang berkecimpung dalam industri teknologi ini masih sedikit dibandingkan lawan jenisnya. Meski begitu, ia merasa mempunyai keunggulan dari dua hal tersebut. “Ketika usia Anda masih muda, Anda dapat mengambil lebih banyak risiko,” jelasnya. Hal ini telah ia buktikan pada awal ketika memutuskan untuk masuk ke dalam perusahaan start up kesehataan yang cenderung masih baru, walaupun pada saat itu ia telah bekerja di salah satu perusahaan digital agency terkemuka di dunia.

Perjalanannya memang tak selalu berjalan mulus, Feli juga pernah merasakan gemuruh bimbang yang bergelut di pikirannya. “Saya bagaikan tidak meyakini apa yang sedang saya lakukan, apakah hal yang saya lakukan dapat memberikan dampak positif ke orang-orang? Apakah ada makna dari apa yang saya lakukan,” ucapnya. Menurutnya wajar untuk merasa bingung akan arah yang ingin dituju, entah itu dalam karir ataupun cita-cita.

Sebelum bergabung ke dunia telemedis, Feli memutuskan untuk terjun ke dunia bisnis, alasannya karena ia melihat banyak temannya yang sukses dalam hal tersebut. Namun ia kemudian menyadari bahwa dunia bisnis bukan jalan yang tepat baginya. “Saya pikir banyak dari orang yang berumur 20-an kurang melakukan refleksi diri. Kita perlu berhenti membandingkan diri dengan orang lain untuk benar-benar memahami apa yang kita inginkan,” lanjutnya.

Dari kecil, wanita berusia 28 tahun ini memang didorong untuk dapat mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain. “Jadi, saya rasa saya memang tumbuh untuk siap menjadi wanita karier,” tuturnya. Tapi toh ia tetap menemukan kenikmatan berada di rumah saja selama masa PSBB ini. “Bekerja di rumah memberikan saya waktu untuk melakukan hal-hal yang ingin saya lakukan, seperti olahraga di tengah hari,” ucapnya. Ia bahkan menemukan hobi baru untuk mengisi waktu. Belajar melalui video yang ditontonnya di YouTube, ia kerap mencoba berbagai macam jenis makanan untuk dikreasikan. “Mungkin jika teman-teman saya mendengar hal itu mereka akan tertawa,” ucapnya. (AULI HADI) Foto: Dok. Halodoc

 

 

Author

DEWI INDONESIA