Tiga Nafas Baru Dalam Dunia Seni
Seni yang tidak mau ?bergerak? akan sulit untuk diterima masyarakat. Seni yang bisa dinikmati adalah yang memiliki relevansi untuk masa sekarang
19 Sep 2014


1. Maria Tri Sulistyani, pendiri Papermoon Puppet Theatre
Kesempatan untuk mengikuti sebuah workshop teater boneka yang difasilitasi oleh Wilde Vogel Figuren Theatre dari Jerman di Teater Utan Kayu Jakarta menyadarkan dirinya bahwa teater boneka tidak hanya diperuntukkan bagi anak-anak. Berlatarbelakang hobi menonton Unyil dan Sesame Street, serta kesukaan pada pertunjukan Julie Taymour, Basil Twist dan Vienne, ia membuka teater boneka yang ditujukan untuk segala usia.

2. Aming, pendiri Psychodiva

Berusaha memadukan antara tari, musik, dan teater, Aming tidak sekedar menampilkan tarian tradisional seperti apa adanya, dengan jajaran penari yang melenggak lenggok di atas panggung. Yang menarik, ia memadukannya dengan dialog ringan dan canda tawa interaktif bersama para penari. Sesekali Aming juga memukul bedug, yang menjadi lagu pengiring untuk menari. Namun meski berbalut tawa, esensi Tari Saman masih terlihat jelas.

3. Arie Dagienkz, modernisasi wayang
Jika dulu wayang identik dengan orang tua, di tangan komedian sekaligus penyiar radio ini wayang tidak lagi terkesan membosankan. Keinginan untuk mendekatkan wayang pada generasi muda adalah pemicunya. Tak heran jika di bulan Maret lalu ia sukses menggelar pagelaran musikal wayang yang diproduseri oleh Happy Salma, dibantu oleh para musisi-musisi rock sebagai pengisi acara.
(AH) Foto: Dok. dewi



 

Author

DEWI INDONESIA