Kisah Keju Artisan Asal Yogyakarta, Mazaraat Cheese
Mazaraat Cheese menghadirkan pilihan keju lokal yang tak kalah dengan kualitas internasional.
23 Nov 2020




“You have to be a romantic to invest yourself, your money, and your time in cheese.” Ungkapan yang dituliskan oleh Anthony  Bourdain pada bukunya Medium Raw: A Bloody Valentine to the World of Food and the People Who Cook, mungkin menjadi deskripsi yang tepat untuk menggambarkan pasangan suami istri di balik keju artisan asal Yogyakarta, Jamie Najmi Misnah dan Nieta Pricilia Puspitasari.

“Apa yang membedakan keju kami dari yang lain adalah cinta dan perhatian yang kami buat dalam setiap kelompok keju,” ucap Jamie. Keju dari Mazaraat tidak mengandung bahan pengawet, aditif, perasa buatan, pewarna makanan kimiawi atau bahan GMO (genetically modified organism). Tak sekadar itu, penting bagi keduanya untuk mengetahui asal-usul susu yang mereka dapatkan.

Karena itu Jamie dan Nieta hanya menggunakan susu yang berasal dari sapi pemakan rumput yangrumputnya bebas pestisida atau pupuk kimiawi serta bebas dari suntikan hormon antibiotik pemacu produksi susu.

Terjunnya Jamie dan Nieta ke dalam bisnis keju dapat dibilang bukan hal yang direncanakan. Pada tahun 2011, keduanya memulai proses perjalanan untuk mempelajari dan membuat sendiri berbagai macam makanan dan minuman fermentasi di dapur rumah mereka. Hal ini didorong karena kondisi buah hati mereka yang sewaktu itu divonis menderita bocor jantung.

 


Memutuskan untuk melakukan natural treatment, asupan yang diberikan kepada sang anak harus alami, tidak boleh mengandung
pewarna, perasa, maupun pengawet.

Yang kemudian membawa mereka pada produk fermentasi olahan susu, tanpa disangka ketertarikan tersebut kemudian membawa pasangan ini untuk mempelajari tradisi terhormat para pembuat keju natural di Putaruru, Selandia Baru dan Auvergne, Prancis.

Hingga kini, Mazaraat telah memproduksi sekitar 23 jenis keju. Beberapa di antaranya merupakan fresh cheese, seperti Halloumi dan Mozarella. “Sampai hari ini keju favorit kami ialah yang pakai nama anak kami, satu keju kambing namanya Kaya. Teknik pembuatannya sebenarnya Crottin de Chavignol, lalu nomor dua itu Athan, teknik pembuatannya camembert, yang ketiga Ibra, nama anak kami, itu teknik pembuatannya como don ber, itu blue cheese. Nah ketiga ini yang paling kami senangi,” lanjut Jamie.

 


“Pembuatan keju tradisional tidak hanya melulu tentang makanan atau bahkan tentang kenikmatan gastronomi, melainkan membawa serta bobot budaya dan identitas lokal yang begitu penting untuk memberikan konteks dan makna bagi kehidupan kita. Kami belajar tentang gairah, harapan, dan perhatian, dan itu adalah hal yang baik untuk kualitas hidup.” Kata-kata tersebut dituangkan melalui manifesto yang ditulis oleh keduanya.

Bagi keduanya, passion dan hobi tak cukup untuk mewujudkan mimpi tersebut, harus ada tekad dan komitmen yang kuat, layaknya sebuah hubungan. Karenanya, pada tahun 2019 keduanya mendirikan Nandini Consulting & Trading sebagai sebuah layanan bagi berbagai pihak yang ingin bergerak di bidang produksi dan perdagangan produk fermentasi olahan susu.

Sedangkan, The Nandeen, cheese & creamery school yang khusus menyelenggarakan riset, sarana, dan materi pembelajaran baik bagi pelaku usaha maupun sumber daya manusia yang akan melanjutkan tradisi para pembuat keju natural. (AU) Foto: Dok. Mazaraat Artisan Cheese.

 

 

Author

DEWI INDONESIA