Politik, Pandemi, dan Identitas dalam Karya Entang Wiharso
Hidup di dua budaya, Indonesia dan Amerika, Entang Wiharso mempresentasikan karya yang penuh kejutan dan konsep estetika yang beragam.
8 Dec 2020



Karya-karya terbaru Entang Wiharso menampilkan kejutan visual dan konsep estetika yang beragam. Terlebih, sejak ia mendapatkan fellowship dari John Simon Gugenheim Memorial Foundation pada Juni 2019-Juni 2020 di New York, AS.

Ia hidup dan berkarya di dua budaya yakni Indonesia dan Amerika. Karya Entang berkonsentrasi pada dualitas budaya dan pengalaman di dua tanah airnya.

Karyanya dekat dengan penggambaran kontemporer yang menggunakan bahasa visual yang dramatis. Visualisasinya sangat menohok kesadaran. Berhubungan pula dengan mitologi, setiap fenomena yang diangkatnya tersebut dikaitkan dengan isu terkini.


Inti karya dari Entang beririsan dengan ingatan tentang kekuasaan, kehilangan, ideologi, filsafat, dan geografi, yang dirajut dengan kritik sosial. Entang juga dekat dengan konsep kemanusiaan.  

Salah satu karyanya yang berjudul Temple of Hope: Tunnel of Light. Proyek ini disponsori oleh Yayasan Gugenheim diharapkan bisa terealisasi di masa depan dengan instalasi raksasa yang nyata, yakni Tunnel of Light kelanjutan dari karya lama Temple of the Hope (2009- 2011).
 
“Saya ingin bisa berkontribusi untuk Amerika. Maka saya harus tahu sejarah Amerika. Lalu saya membuat proposal dan membuat karya Tunnel of Light. Saya ingin mengembalikan temple ke lanskap,” kata Entang dalam bincang dan presentasi Promising Land Chapter 2 dari Can’s Gallery.


Ia telah membuat proyek penelitian panjang selama setahun dan kemudian hasilnya adalah presentasi visual.Apapun yang saya kerjakan selalu ada dua sudut pandang. Di dalam karya ini merupakan suatu pemikiran saya tentang identitas, toleransi, yang sekarang menjadi isu paling aktual dan kontekstual di Amerika,” ujarnya lagi.
 
Dikaitkan dengan situasi saat ini, boleh dikatakan karya tersebut menggambarkan bahwa manusia bukan melawan virus corona saja. “Tetapi perang melawan dua kubu. Yaitu mereka yang percaya sains dan tidak percaya. Radikal dan toleran. Karya ini relevan karena akan terkait dengan isu identitas, asal-muasal. Ini tidak berhenti di persoalan di Amerika tapi juga Indonesia,” katanya. (WHY) Foto: Dok. Entang Wiharso

 
 
 
 

 

Author

DEWI INDONESIA