Dadang Christanto Mempertanyakan Dirinya

Dia bertanya: “Aku lahir di tanah Jawa, minum air di bumi Jawa, tumbuh dan besar di Jawa. Bahasa pertamaku Jawa, bahasa kemudian Bahasa Indonesia. Orang tuaku Cina, tiap Jumat Kliwon “ukup-ukup kemenyan”, tahu kalender pasaran Jawa, suka pada mustis dan nyekar ke makam Mbah Jugo di Gunung Kawi. Waktu kecil aku suka nonton wayang, di desaku Kemantran, dekat kota Tegal. Namun aku juga kenal “sie Djien Koei” dari engkong atau cerita kemurahan hati Dewi “Kwan Im”. Jawakah Aku?
Pertanyaan di atas telah menggodanya selama hampir 13 tahun terakhir, saat di mana ia kini tinggal di Brisbane Australia, di sebuah tempat yang jelas non-Jawa. Ia menerjemahkan Java dalam sebuah kesuraman yang bergunung-gunung, dibuat dari terakota, alumunium, dan drum. (RH)
Foto: Dok. Sangkring Art Space