Mewujudkan Impian Natalia Soebagjo Melawan Korupsi
Demi memwujudkan impiannya, Natalia Soebagjo ikut memimpin organisasi internasional yang bergerak melawan korupsi di seluruh dunia.
3 Mar 2017




Natalia Soebagjo adalah anggota dewan Transparency International, ketua dewan eksekutif Transparency International Indonesia dan salah satu anggota panitia seleksi untuk Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
 
Ia memilih kuliah di jurusan Sastra Cina, Universitas Indonesia. Setelah lulus, ia terbang ke Amerika Serikat untuk melanjutkan belajar di Asian Studies, University of California, Berkeley. Tamat dari situ, ia pulang ke Indonesia.

Ia tidak tertarik berkarier di Departemen Luar Negeri, “Mungkin karena saya lama di luar negeri, bersinggungan dengan komunitas Deplu dan akibatnya tidak ada daya tariknya lagi.” Bekerja di perusahaan milik konglomerat Cina lantas menjadi pilihan.

Sebuah pengalaman baru telah menunggu. Natalia mulai menekuni saham, bidang yang belum populer di akhir 1980-an. Ia menikmati dinamika di dunia bisnis sampai perusahaan itu terkena dampak krisis ekonomi yang melanda Asia pada 1998. Tidak hanya menggeluti bisnis, ia mengajar di jurusan Sastra Cina, Universitas Indonesia, sebagai dosen luar biasa serta terlibat mendirikan Pusat Studi Cina.
 
Natalia menyeimbangkan karier dan kegiatan sosialnya. Ia bergabung dengan Rotary International (RI) , dan sempat memimpin organisasi itu di Indonesia. Anggota RI lebih dari sejuta orang di seluruh dunia. “Saya aktif di tingkat nasional, di tingkat regional, bahkan di tingkat internasional, dan itu kerja sosial, antara lain memberi penghargaan kepada guru-guru, ikut membangun sekolah dan membantu pengusaha kecil.”

Pengalaman tadi melahirkan sebuah sikap. Meski suka rela bekerja untuk masyarakat, tapi ia mulai mempertanyakan tanggung jawab pemerintah. Masyarakat terlantar, karena pemerintahan ternyata tidak berfungsi dengan baik. Penyebabnya, korupsi. Sejak itu pula Natalia berkecimpung di bidang tata kelola dan gerakan anti korupsi.  Ia aktif di Transparency International dan kini memasuki periode kedua jabatannya sebagai ketua dewan eksekutif  Transparency International Indonesia. Transparency International berdiri lebih dari 20 tahun lalu di Jerman dengan tujuan melawan korupsi di seluruh dunia, beranggotakan 119 negara.
 
“Kami mempunyai seruan baru, yaitu melawan impunitas, agar mereka yang korup tidak bisa menggunakan hasil korupsinya, seperti pemimpin suatu negara yang korupsi dan menggunakan instrumen-instrumen keuangan canggih untuk mencuci uang. Karena itu kami memerlukan kerja sama dengan berbagai pihak, seperti perbankan, negara, masyarakat, dan media. Ada pencekalan atau denial of entry untuk masuk ke negara-negara tertentu bagi mereka yang terlibat dalam kasus-kasus korupsi besar.” 

Melawan korupsi dapat dimulai dari hal sederhana. Ia menjelaskan, “Kalau kita mau bikin KTP atau paspor jalani saja prosesnya. Jangan karena mau cepat maka membayar. Kalau lama prosesnya, kita bisa mengeritik pelayanannya.” Dengan demikian, tidak ada peluang bagi tindakan korupsi.
 
Namun, ia menganggap peran perempuan dan ibu sangat besar untuk menanamkan nilai-nilai baik dalam rumah tangga, seperti kejujuran. Mentalitas antikorupsi bermula dari keluarga.

Perjalanan hidup Natalia tidak akan pernah linier. Katanya, “Dunia ini menarik, tapi kamu harus keluar dari zona nyaman. Lakukan yang terbaik, ikuti suara hatimu, jauhkan diri dari mereka yang mengatakan kamu tidak bisa atau tidak mungkin berhasil. Selain itu, bersyukur.”  (LC) Foto: Dok. Dewi
 

 

Author

DEWI INDONESIA