Pedoman Gaya Hidup WWF Indonesia untuk Peduli dan Tanggung Jawab pada Lingkungan
Gaya hidup masyarakat dilihat semakin konsumtif, dari sana WWF Indonesia membuat sebuah terapan gaya hidup yang ramah lingkungan.
25 Oct 2019


Public Campaign Specialist WWF Indonesia Margareth Meutia menjelaskan bagaimana fakta-fakta, data mengenai sampah, dan solusi gaya hidup berupa pedoman.
 

Negara berkembang sedang dalam fase panas pada pergerakan ekonomi yang cepat, daya konsumsi yang kuat, serta isu kesadaran lingkungan yang masih digalakan. 

WWF Indonesia, sebagai lembaga konservasi yang konsen terhadap lingkungan terutama isu keanekaragaman hayati dan ekosistem, turut memberikan pedoman mengenai gaya hidup masyarakat yang juga punya pengaruh besar terhadap lingkungan.

"Penelitian kami menunjukan, konsumsi manusia seolah-olah punya 1,6 planet bumi. 0,6-nya itu adalah sumber daya yang seharusnya digunakan di masa depan," buka Margareth Meutia, selaku Public Campaign Specialist WWF Indonesia. 

"Jadi, generasi kita itu sebenarnya sudah ngutang dari adik-adik kita, anak-anak kita, cucu-cucu kita. Kalau kita sekarang sudah pakai sumber dayanya, nanti mereka mau pakai apa."

Margareth Meutia memaparkan fakta mengenai Sungai Citarum yang tercemar dan penyebabnya.


Margareth kemudian menjelaskan salah satu isu yang juga bersinggungan dan saat ini banyak dibicarakan, mengenai limbah dan sampah industri tekstil. Salah satu yang tercemar adalah Sungai Citarum.

"Sungai Citarum adalah salah satu sungai yang punya peran penting di Jawa Barat. Dan salah satu penyebab tercemarnya sungai ini adalah industri tekstil," ungkapnya.

Berdasarkan fakta dan data mengenai gaya hidup yang berdampak bagi kerusakan lingkungan. Margareth memaparkan bahwa seharusnya konsumen memiliki kesadaran akan gaya hidup yang boros juga dapat berdampak bagi lingkungan.

Ada enam pedoman gaya hidup yang bisa diterapkan, menurut WWF Indonesia, dalam konteks membantu merawat lingkungan. "Pertama, beli barang yang perlu. Think before you buy, tanyakan pada diri sendiri perlu atau tidak untuk membeli barang tersebut," ungkap Margareth.

Kedua, beli yang lokal. Membeli produk lokal sendiri akan menambah kesejahteraan masyarakat setempat. "Dengan membeli barang lokal, kita telah membantu memelihara sumber daya yang kita punya," tambahnya.

Selanjutnya, beli yang alami dan beli yang awet. Yang dimaksud dengan alami di sini adalah zero chemical. Barang yang tahan lama memang akan cenderung lebih mahal, tetapi menerapkan prinsip buy less, pay more adalah langkah yang dapat dilakukan.

Terakhir, beli yang ekolabel dan memahami pengolahan limbahnya. "Ekolabel ini sendiri telah menjamin tiga hal yakni people planet profit," ungkapnya. Kalau pada produksi tekstil, ekolabel ini dipakai sebagai penanda bahwa produk-produk tersebut telah melewati tahapan produksi yang sustainable. (FH)

 

 


Topic

Jakarta Fashion Week

Author

DEWI INDONESIA