JFW Center Stage: Cara dan Etika Menyampaikan Kritik Mode
Dengan dasar etika dan ilmu, kritik dapat menjadi alat yang memperkaya dan menginspirasi, bukan menjadi sebuah serangan.
19 Feb 2025



Kritik merupakan sesuatu yang tak terelakkan dalam dunia mode. Namun, kritik yang baik adalah yang membangun, bukan menghancurkan. Hal ini menjadi inti dari diskusi yang berlangsung pada hari keempat JFW Center Stage 2025. Dalam talkshow bertajuk "Delivering Fashion Critique: The Ethic from the Perspective of Media and Content Creator", para pakar mode berbagi pandangan mereka tentang peran kritikus dalam membentuk industri mode yang lebih baik.
 
Diskusi ini dipandu oleh Andandika Surasetja, Creative Director JFW dan Content Director Majalah DEW, sesi talkshow ini menghadirkan pembicara dari berbagai latar belakang industri mode; Virgina Rusli dari CLARA Magazine; Syahmedi Dean dari LUXINA; dan Dino Augusto dari LaSalle College. Mereka sepakat bahwa kritik yang berbasis etika dan didukung oleh pengetahuan yang mendalam dapat menjadi alat yang ampuh untuk mendorong perbaikan dan inovasi. Berikut ini cara dan etika menyampaikan kritik menurut para pakar mode:
 
Datang dari Sumber yang Kredibel

Virginia Rusli menekankan bahwa pada dasarnya kritik yang baik adalah yang membangun. Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa kritik yang konstruktif harus datang dari sumber yang kredibel.
 
“Desainer sering kali mempertanyakan siapa yang melontarkan kritik karena kredibilitas sangat penting,” ujarnya. Dalam dunia mode, kritik tanpa kredibilitas hanya akan dianggap sebagai serangan kosong. Alih-alih memperbaiki, justru dapat menciptakan jarak antara desainer dan kritikus.
 
Kritik dengan Fondasi Berbasis Ilmu
Kredibilitas kritik, menurut Dino, salah satunya berakar pada data dan fakta. Sebagai sosok yang menekuni dunia mode dan educator di bidang ini, ia menegaskan bahwa kritik yang ia sampaikan selalu didasarkan pada kedua hal tersebut.
 
“Kritik saya selalu berdasar pada media dan fashion delivering itu sendiri,” ungkapnya.
 
Menurut Dino, ada kalanya sebuah kritik dianggap terlalu personal, padahal yang dikritik adalah aspek teknis, bukan individu. Untuk itu ia berpesan, penting untuk memisahkan antara kritik berbasis ilmu dan emosi agar publik dapat belajar dari kesalahan yang ada.
 
Sampaikan di Ruang Tertutup
Sementara itu,  Syahmedi Dean menawarkan pendekatan yang lebih diplomatis dalam menyampaikan kritik. Baginya, kritik tidak harus selalu diungkapkan secara terbuka jika dapat merugikan desainer atau model.
 
“Kalau mau dikritik, hubungi saya aja jadi konsultasi,” ujarnya. Dalam konteks bisnis, menjaga keseimbangan antara kritik dan apresiasi menjadi strategi yang tepat agar tetap memberikan dampak positif tanpa merusak reputasi pihak yang dikritik.
 
Ia percaya bahwa setiap reaksi publik, baik positif maupun negatif, adalah masukan berharga yang membantu desainer dan brand untuk berkembang. Dengan memberikan masukan secara pribadi, kita dapat membantu mereka tumbuh tanpa merusak kepercayaan diri mereka
 
***
 

Virginia Rusli dan Dino Augusto sama-sama menyadari bahwa kritik yang terlalu tajam bisa berdampak negatif bagi karier seseorang. Oleh karena itu, mereka menekankan pentingnya menyampaikan kritik secara personal jika memang dapat mempengaruhi rezeki orang lain. "Kritik yang bisa 'mematikan rejeki' sebaiknya disampaikan secara personal," ungkap Virginia Rusli.
 
Para narasumber sepakat bahwa menjaga integritas dan menghormati pekerjaan orang lain adalah kunci agar kritik tetap etis dan bermakna. Dengan pendekatan yang tepat, kritik dapat menjadi alat untuk memperkuat industri mode dan mendorong inovasi yang lebih besar.

 
Teks: Belva Nafashabila (FLUI Media)
Editor: Mardyana Ulva
Foto: dok. JFW
 

 


Topic

fashion

Author

DEWI INDONESIA