7 Buku dengan Pesan Perlawanan terhadap Kekerasan Seksual sebagai Penguat Para Penyintas
Pesan yang disampaikan di dalamnya bisa menginspirasi.
18 Nov 2021



Banyak kasus kekerasan seksual yang menjadikan perempuan para korbannya. Seperti apapun itu bentuknya, hal ini sudah selayaknya menjadi isu yang harus kita lawan. Bentuk dukungan yang lahir sebagai bukti perlawanannya bisa kita lihat melalui penerbitan Undang-Undang yang mengaturnya, membuat laporan ke pihak berwajib, menyebarkan konten positif dan mendidik di media sosial, atau menjadi teman seperjalanan bagi para penyintas.
 
Di lain pihak, para penulis juga ikut mendukung perlawanan terhadap kekerasan seksual dengan cara menghasilkan karya sastra, baik itu berupa cerita fiksi, non-fiksi, maupun bentuk lainnya. Harapannya tentu saja agar karya tersebut mampu menjadi ‘mata’ bagi mereka yang belum sadar akan pentingnya melawan isu tersebut, juga suara bagi mereka yang dibungkam, serta teman bagi mereka yang sedang berjuang.
 
Ketujuh buku berikut ini termasuk beberapa di antaranya yang menjadikan perlawanan terhadap kekerasan seksual sebagai tema besarnya.

 
 
1. Karmila (Karya: Marga T.)
Karmila merupakan seorang mahasiswi kedokteran yang masih lugu dan tidak mengerti akan gilanya sebuah pesta. Akibatnya, rencana studi Karmila, bahkan seluruh rencana hidupnya pun kacau balau setelah sebuah tragedi menimpanya di malam pesta itu. Pergulatan hati yang dialami Karmila membuatnya terjebak di antara hubungan dengan seorang pemuda yang telah mencemarkannya dan kesetiaannya terhadap tunangannya.
 
Pada akhirnya, sosok perempuan yang diceritakan berasal dari keluarga baik-baik itu harus mengolah malapetaka yang menimpanya dengan caranya sendiri. Marga T. dengan gaya bahasanya yang hidup dan segar melukiskan perasaan Karmila dengan sangat baik.
 

2. Mereka Bilang, Saya Monyet! (Karya: Djenar Maesa Ayu)
Buku karya Djenar satu ini memang sudah dikenal masyarakat luas, meski merupakan karya buku perdananya yang saat itu diterbitkan pertama kalinya pada 2002. Bercerita tentang realita kehidupan mengenai tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.
 
Kesuksesan kumpulan cerpen ini juga membawa “Mereka Bilang, Saya Monyet!” diangkat ke layar lebar di 2008 dengan mengetengahkan dua cerpen yang ada di dalam buku tersebut. Hasilnya, Djenar berhasil menyabet Piala Citra untuk kategori Skenario Adaptasi Terbaik dan Sutradara Baru Terbaik di FFI 2009.

 

3. Kitab Kawin (Karya: Laksmi Pamuntjak)
Di dalam buku kumpulan cerpen ini, penulis memperkenalkan beragam perempuan dengan berbagai latar belakang, seperti seorang pekerja toserba, karyawati, seniman paruh baya, instruktur yoga, hingga ibu-ibu borjuis. Beragam masalah pun dihadapi oleh mereka. Mulai dari selingkuh dari pasangannya, memiliki ketertarikan terhadap menantunya sendiri, hingga harus rela melayani lelaki lain di depan publik demi kepuasan sang suami.
 
Rentetan cerita yang ditampilkan tidak hanya berkisah tentang hasrat yang membuncah atau tubuh-tubuh yang terpasung dan disakiti, tapi juga menggambarkan jiwa-jiwa yang memberontak dan ingin merdeka, serta berani merumuskan ulang hukum-hukum perkawinan bagi diri mereka sendiri.

 
 
4. Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam (Karya: Dian Purnomo)
Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman banyak perempuan korban kawin tangkap di Sumba. Tradisi tersebut mengetuk penulis untuk menyuarakan jeritan suara hati perempuan yang seolah tak terdengar, bahkan oleh Tuhan sekalipun.
 
Magi Diela diculik dan dijinakkan seperti binatang sehingga menyirnakan impiannya untuk membangun Sumba. Kini, ia harus melawan orang tua, seisi kampung, dan adat yang ingin merenggut kemerdekaannya sebagai seorang perempuan.
 

5. Obsessive Loves (Karya: Shireishou)
Cinta itu buta’ rasanya menjadi kalimat yang tepat untuk menggambarkan keadaan yang dialami oleh si tokoh utama, Syaira. Ia menerima cinta yang luar biasa yang mampu memenjarakan dirinya dengan segala obsesinya. Namun, cinta tersebut harus berubah menjadi tragedi penuh air mata dan melumatkan dirinya hingga hampir tak tersisa. Jika sudah seperti itu, mampukah ia membuka hati untuk menerima bantuan dan cinta yang baru?

 
 
6. Represi (Karya: Fakhrisina Amalia)
Meski hubungan dengan ayahnya tidak lah terlalu dekat, namun Anna memiliki seorang ibu dan para sahabat yang setia sehingga tetap menjadikan hidupnya terlihat baik-baik saja. Sejak ia SMA, para sahabat yang mendampingi Anna memahami betul seperti apa sosok Anna, bahkan lebih paham dibandingkan Anna mengenal dirinya sendiri.
 
Namun, keadaan mulai berubah ketika Anna mulai menjauh dari sahabat-sahabatnya. Ditambah lagi, hubungan dengan ibunya pun jadi memburuk. Semua orang terdekatnya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Anna. Hingga pada suatu hari, ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya yang ternyata selama ini penuh dengan luka.

 
 
7. Scars and Other Beautiful Things (Karya: Winna Efendi)
Keluarga yang hangat, kekasih penyayang, prestasi gemilang, sahabat yang mendampingi, hingga tim debat yang tangguh. Semuanya dimiliki oleh Harper Simmons. Namun semuanya berubah saat suatu malam seorang laki-laku bernama Scott Gideon merenggut hal itu dari Simmons.
 
Kini, yang dimilikinya adalah mimpi buruk selalu menghantuinya, psikiater yang kerap menanyakan ketakutan terbesarnya, hingga cinta yang perlahan-perlahan menjadi sangat rapuh. Akan tetapi, Simmons berpikir bahwa ia hanya harus menjadi lebih kuat.
 
Buku ini mengisahkan perjalanan untuk melupakan. Untuk menemukan diri sendiri setelah kehilangan banyak hal. (RJ) Foto: Pexels, Gramedia

 

 


Topic

Book

Author

DEWI INDONESIA