Perjalanan Objek dan Emosi dalam Ekshibisi 'Satu Kancing Terlewat' Fbudi
Ekshibisi dari desainer Felicia Budi 'Satu Kancing Terlewat', menghadirkan pesan untuk lingkungan dan manusia lebih dalam lagi.
22 Nov 2019


Ekshibisi 'Satu Kancing Terlewat' dari fbudi.


 

Menelusuri bilik-bilik ruang berbalut dan terpisahkan oleh selembar kain tipis bertuliskan ‘Bagaimana objek ini memanggilmu? Oleh materinya, rasanya, kisahnya?’

Sedari dulu, tampilan visual dari sebuah ekshibisi adalah yang paling dicari. Namun, pameran dari desainer Felicia Budi ini tidak menyombongkan visual itu—ia menghadirkan komponen yang sering kurang diperhatikan, yakni kisah dan suara. Dalam ekshibisi Satu Kancing Terlewat, kita diajak menelusuri dan memahami kisah-kisah dari masing-masing benda atau objek mode yang dihadirkan.

Hadir dalam kesederhanaan nan estetik, benda-benda yang ditampilan dilapisi dengan kertas kalkir tebal yang dijahit pada pinggirannya, sehingga pengunjung tidak terfokus pada benda apa yang sedang dipamerkan. Namun, berpaling pada suara-suara yang terdengar lewat naungan pengeras suara atau headphone yang tersedia.

Pesan yang kuat dari bagaimana memaknai dan menghargai sebuah benda, baik itu pemberian maupun pencapaian. Satu Kancing Terlewat mengajarkan kita untuk membuka lembaran baru pada efisiensi sebuah objek mode yang seharusnya bisa dipakai atau dimiliki secara keberlanjutan. Keresahan-keresahan dengan perilaku konsumtif masyarakat, terolok-olok dalam pameran ini—bahwa tujuan utamanya merupakan membangun kesadaran untuk industri mode agar dapat memiliki ekosistem yang berkesinambungan.

 

Tampilan sudut-sudut ruang 'Satu Kancing Terlewat' yang diadakan di Ruko Roxy Mas E2/30 Jakarta Pusat.


Pakai dan buang, simpan dan tak dipakai, pakai dan simpan, tak dipakai dan buang?

Pembahasaan Satu Kancing, tidak luput dari persoalan buang-membuang-barang yang tidak dapat terurai, tetapi kehadiran cerita-cerita dari berbagai figur yang ikut berkontribusi mengisahkan pengalamannya terhadap benda yang dimiliki—merupakan siasat untuk menyelami dampak yang lebih besar lagi. Dampak tersebut adalah persoalan darurat bumi dan perilaku manusia.

Keduanya, baik lingkungan maupun manusia di dalamnya, harus bersinergi dalam menyampaikan sebuah pesan yang tidak hanya bergelut pada ‘sayang barang’. Pun, kehadiran ekshibisi ini hadir lebih dari itu, ia menyediakan ruang waktu untuk menyelami perasaan dan pikiran seseorang untuk bisa menghargai sebuah benda—apapun itu, mode atau bukan mode—yang seharusnya dapat dirangkum dalam sebuah memori album perjalanan hidupnya sendiri. (FH) Foto: Felix


 

 


Topic

Art and Culture

Author

DEWI INDONESIA