Dalam tradisi kuno diyakini bahwa hujan pada hari pernikahan Anda adalah pertanda baik, keberuntungan, dan kemakmuran. Apa pun artinya, Nadine Alexandra dan Sahil merasa sangat diberkati dan bersyukur bahwa semua prosesi pernikahan mereka berjalan dengan sempurna meskipun hujan turun membasahi bumi.
Mereka berdua menginginkan pesta pernikahan berskala kecil. Tanggal 15 Juli dipilih sebagai hari pernikahan dengan harapan hujan belum akan menghampiri. Tapi ternyata perubahan iklim berkata lain. Pernikahan dilaksanakan di tengah-tengah rengkuhan alam di Hotel Padma, Ubud, Bali. Beberapa hari menjelang pernikahan, cuaca di Ubud sangat bersahabat. Matahari bersinar terang. Namun ketika akan memulai prosesi pernikahan, hujan turun dengan lebatnya.
Nadine dan Sahil ingin menghormati seluruh kebudayaan yang mereka miliki, Nadine memiliki darah Jawa Tengah dan Inggris sementara Sahil keturunan India. Namun mereka juga tidak ingin tenggelam dalam ritual sehingga acara menjadi terlalu padat dan para tamu menjadi bosan. Jika biasanya pesta pernikahan India dilakukan selama tiga hari, mereka memutuskan untuk menggelar acara selama satu hari saja. Mereka memulai prosesi dengan adat India, diikuti adat Jawa, kemudian ditutup pengucapan janji setia. “Yang terakhir adalah yang paling penting untuk saya, karena itu adalah janji kami berdua,” ujarnya.
Secara visual, masing-masing kebudayaan memiliki representasi yang dapat langsung terlihat. India diwakili dengan bunga gemitir yang didominiasi warna oranye. Jawa direpresentasikan oleh melati yang tersemat di rambutnya. Keluarga Sahil mengenakan baju tradisional India, sementara keluarga Nadine memakai baju tradisional Jawa, kebaya untuk para wanita dan beskap untuk para pria.
Sementara sang pengantin mengenakan gaun berwarna putih sesuai keinginannya, dilengkapi veil berwarna merah. Gaun ini merepresentasikan budaya sang ayah yang berasal dari Inggris, sementara warna merah dapat mewakili Indonesia sekaligus India karena baju pengantin India umumnya berwarna merah. Gaun pengantin Nadine dirancang oleh Sisca Tjong.
Penampilan sang pengantin juga dilengkapi oleh henna dari ujung jari tangan hingga sebatas siku. Di kedua telapak tangan Nadine terdapat simbol Om, satu sisi versi Jawa, di sisi lain versi India. Tumpukan gelang pemberian sang mertua pun bertengger di lengannya mengapit sebuah karangan bunga krisantemum.
Dalam tradisi pernikahan India, ada suatu acara bernama sanggeet, yaitu sebuah penampilan yang dibuat oleh teman-teman atau keluarga untuk pasangan pengantin. Penampilannya dapat berbentuk tarian, drama, atau yang lainnya. Nadine pun mengatur penampilan kejutan untuk Sahil yang dilakukan oleh teman-temannya.
Senyuman bahagia Nadine dan Sahil tak lepas dari bibir mereka. Bisa berbagi kebahagiaan dan kehangatan bersama 85 keluarga dan teman-teman terdekat adalah sesuatu yang tak akan mereka lupakan. (Nofi Triana Firman) Foto: Dok. Pribadi
Mereka berdua menginginkan pesta pernikahan berskala kecil. Tanggal 15 Juli dipilih sebagai hari pernikahan dengan harapan hujan belum akan menghampiri. Tapi ternyata perubahan iklim berkata lain. Pernikahan dilaksanakan di tengah-tengah rengkuhan alam di Hotel Padma, Ubud, Bali. Beberapa hari menjelang pernikahan, cuaca di Ubud sangat bersahabat. Matahari bersinar terang. Namun ketika akan memulai prosesi pernikahan, hujan turun dengan lebatnya.
Nadine dan Sahil ingin menghormati seluruh kebudayaan yang mereka miliki, Nadine memiliki darah Jawa Tengah dan Inggris sementara Sahil keturunan India. Namun mereka juga tidak ingin tenggelam dalam ritual sehingga acara menjadi terlalu padat dan para tamu menjadi bosan. Jika biasanya pesta pernikahan India dilakukan selama tiga hari, mereka memutuskan untuk menggelar acara selama satu hari saja. Mereka memulai prosesi dengan adat India, diikuti adat Jawa, kemudian ditutup pengucapan janji setia. “Yang terakhir adalah yang paling penting untuk saya, karena itu adalah janji kami berdua,” ujarnya.
Secara visual, masing-masing kebudayaan memiliki representasi yang dapat langsung terlihat. India diwakili dengan bunga gemitir yang didominiasi warna oranye. Jawa direpresentasikan oleh melati yang tersemat di rambutnya. Keluarga Sahil mengenakan baju tradisional India, sementara keluarga Nadine memakai baju tradisional Jawa, kebaya untuk para wanita dan beskap untuk para pria.
Sementara sang pengantin mengenakan gaun berwarna putih sesuai keinginannya, dilengkapi veil berwarna merah. Gaun ini merepresentasikan budaya sang ayah yang berasal dari Inggris, sementara warna merah dapat mewakili Indonesia sekaligus India karena baju pengantin India umumnya berwarna merah. Gaun pengantin Nadine dirancang oleh Sisca Tjong.
Penampilan sang pengantin juga dilengkapi oleh henna dari ujung jari tangan hingga sebatas siku. Di kedua telapak tangan Nadine terdapat simbol Om, satu sisi versi Jawa, di sisi lain versi India. Tumpukan gelang pemberian sang mertua pun bertengger di lengannya mengapit sebuah karangan bunga krisantemum.
Dalam tradisi pernikahan India, ada suatu acara bernama sanggeet, yaitu sebuah penampilan yang dibuat oleh teman-teman atau keluarga untuk pasangan pengantin. Penampilannya dapat berbentuk tarian, drama, atau yang lainnya. Nadine pun mengatur penampilan kejutan untuk Sahil yang dilakukan oleh teman-temannya.
Senyuman bahagia Nadine dan Sahil tak lepas dari bibir mereka. Bisa berbagi kebahagiaan dan kehangatan bersama 85 keluarga dan teman-teman terdekat adalah sesuatu yang tak akan mereka lupakan. (Nofi Triana Firman) Foto: Dok. Pribadi
Author
DEWI INDONESIA
RUNWAY REPORT
Laras Alam Dalam DEWI's Luxe Market: "Suara Bumi"