Revolusioner Kuba dalam Komik Simon Géliot
Ia mengetengahkan kisah Daniel Alarc?n Ram?rez, pejuang yang selamat dari melawan Batista.
25 Apr 2013


Penggemar komik, sila merapat ke Galeri Institut Francais-Indonesia (IFI) di Salemba, Jakarta karena sampai tanggal 27 April mendatang, mereka mengadakan pameran sketsa awal komik terbaru karya Simon Géliot yang berjudul Benigno, Mémoire d’un Guérillo du Che. Komiknya sendiri akan diterbitkan bulan Juni mendatang lewat penerbit Perancis, Boite à Bulles.

Komik ini mengangkat kisah hidup Benigno, yang memiliki nama asli Daniel Alarcón Ramírez. Benigno adalah satu dari tiga revolusioner Kuba yang selamat dari perang gerilya 1966-1967, di mana Che Guevara menjadi korban. Simon memiliki kesempatan untuk berkenalan dan akhirnya menuliskan biografi Benigno yang pertama kalinya diangkat dalam bentuk komik dalam gayanya yang murni dan naratif.

Selain pameran, Simon juga menggelar pelatihan bersama 18 orang pelaku komik Indonesia dari berbagai latar belakang dan usia. Para peserta terlebih dulu telah melewati proses seleksi yang dilakukan oleh Akademi Samali sebagai salah satu penyelenggara. Pelatihan yang digelar selama empat hari ini sudah berlangsung untuk kelima kalinya di tahun ini. Pelatihan dan pameran juga berlangsung di lima kota besar lain di Indonesia: Surabaya, Denpasar, Yogyakarta, Bandung, dan Medan.
      
Simon Géliot adalah ilustrator dan graphic designer lulusan Ecole Nationale Superieure des Arts Decoratifs de Paris, sekolah terbaik di Perancis untuk bidang grafis dan desain. Sejak kecil, menggambar dan membuat komik ditekuninya sebagai hobi. Lewat perbincangan bersama dewi, Simon bercerita bahwa ia  mulai tergugah untuk menekuni komik di usia 20-an setelah membaca graphic novel berjudul Blue Pills karya Frederik Peeters yang menerima penghargaan Polish Jury Prize di Angouleme International Comics Festival. Komikus lain yang diakui sebagai muse baginya adalah Hugo Pratt, Edmond Baudoin, dan Jose Munoz-Carlos Sampayo.
      
Dalam pembuatan komik Benigno yang selesai dalam waktu tiga tahun, Simon bercerita bahwa dirinya sempat frustasi karena banyak sekali adegan-adegan potensial dalam kehidupan Benigno yang menarik untuk diangkat. “Tapi, tidak mungkin saya angkat semua. Saya fokus pada kisah-kisah yang berhubungan dengan pergerakan menuju kebebasan, sampai perjuangannya sekarang untuk nilai-nilai kemanusiaan,” ujar Simon.  Ditanya tentang kesannya sewaktu memberi pelatihan, Simon menyatakan bahwa ia menemukan banyak bakat dengan karakteristik menarik. “Namun, saya mendengar tidak banyak penerbit yang mau menerbitkan komik lokal. Untuk itu, Indonesia harus mendidik pasar terlebih dulu mengenai karya komik,” ujarnya menutup perbincangan. (EF). Foto: EF & Dok. IFI

 

Author

DEWI INDONESIA