Laura Muljadi: Passion dan Etos Kerja itu Dua Hal Penting agar Bisa Terus Berkarya
Terus berkarya di bidang modelling sejak usia belasa tahun, Laura Muljadi berbagi perspektifnya tentang passion dan etos kerja sebagai model.
8 Dec 2022



Memasuki penghujung tahun 2022, DEWI berbincang dengan beberapa sosok tentang berbagai hal mendalam, termasuk soal karier. Salah satu model kebanggaan tanah air, Laura Muljadi, bercerita tentang pengalamannya di bidang modelling dan hal-hal yang diperlukan untuk bisa terus berkarya di bidang yang kita cintai.
 
Perempuan kelahiran 21 Januari 1985 ini menekuni profesi sebagai model sejak usia 18 tahun. Ia ‘ditemukan’ oleh model agency di Belanda saat mendapat beasiswa kuliah di Belanda, dan akhirnya menemukan pula ketertarikannya pada fashion dan profesi yang digelutinya tersebut.
 

Dewi Magazine (DEWI): Apakah menjadi model itu sudah menjadi cita-cita Anda sejak kecil?
 
Laura Muljadi (LAURA): Saya nggak pernah mimpi menjadi model. Ini adalah kesempatan, yang saya ambil saat itu. Saya berkulit gelap, tinggi, dan dulu sekali ketika saya masih remaja, tuh, badan saya besar. Jadi waktu itu saya pikir, “I didn’t even see the opportunity.”
 
Lalu saat saya mendapat beasiswa untuk kuliah di Belanda, waktu itu umurnya sekitar 17-18 tahun, saya bekerja di salah satu restoran. Ternyata salah satu pelanggannya itu orang model agency. Dia suatu hari kasih kartu namanya ke saya, dan bilang bahwa dia akan mengaudisi dan talent-scouting saya, kalau saya bisa menurunkan berat badan.
 
Waktu itu saya pikir, “kenapa nggak?,” dan ternyata itu keputusan tepat untuk mengambil kesempatan itu. Turns out I do love this industry. Sampai sekarang saya rasa itu milestone pertama saya di bidang ini.
 

DEWI: Siapa aja sosok role model yang menginspirasimu sepanjang karier?
 
LAURA: Macam-macam, dan mereka yang menginspirasiku ini berkarya di berbagai macam industri.  Contohnya, Maya Angelou. Beliau itu berani mengekspresikan lewat tulisannya. Membaca karya-karyanya masih terasa begitu relevan hingga kini. Saya juga terinspirasi sekali dengan semangat dan kepeduliannya pada isu-isu kemanusiaan.
 
Dalam hal modelling saya juga kagum pada Tyra Banks. Pada masanya dulu, semua model itu Barbie type, maksudnya mereka itu berambut pirang, badan kecil, kulit putih, seperti itu. Lalu Tyra Banks eksis dengan kulit gelapnya dan dia bilang, “Industri ini memang menuntut kesempurnaan, tapi saya seperti ini, dengan ketidaksempurnaan saya.”
 
Hal yang saya kagumi dari mereka, tuh, keberaniannya. Mereka berani untuk mengekspresikan dan mengejar mimpi mereka.

 
DEWI: Bagaiamana Anda memandang profesi di bidang modelling yang Anda geluti ini?
 
LAURA: Saya nggak pernah memandang pekerjaan di bidang modelling itu sebagai hobi. It’s not. Buat aku pribadi, this is not a hobby. Ini bukan hal yang saya kerjakan saat lagi iseng aja, lagi bingung, nih ‘mau ngapain, ya? yuk, kita modelling aja,’ no.
 
Menurutku menjadi seorang model itu sebenarnya kita, para model, bertugas memberikan jiwa terhadap koleksi busana yang kita bawakan. Itu yang membedakan antara menjadi model dan menjadi muse. Sebagai model, kita juga harus liat apakah kita itu perannya sebagai model atau sebagai muse dalam sebuah presentasi busana.
 
Sayangnya, ada kalanya dengan kemudahan serba digital sekarang ini, orang-orang terbiasa tampil di media sosial dan cenderung lupa—atau tak mau—meninggalkan ke-“aku”-an pada diri kita. Nggak mau kelihatan jelek, atau nggak mau tampil di luar setelan selera dan gaya kita secara personal.

 

"Menurutku menjadi seorang model itu sebenarnya kita, para model, bertugas memberikan jiwa terhadap koleksi busana yang kita bawakan."

- Laura Muljadi

 
Seorang model itu idealnya mau masuk ke dalam kreasi desainer dan brand busana yang dibawakan. Jadi nggak bisa bilang, “Ah, nanti followers gue melihat gue yang ‘nggak gue banget,’ nih.”
 
Kalau model, actually you can’t do that. Kalau sudah menerima pekerjaan sebagai model, itu yang kita nggak boleh lupa: model memberi jiwa pada koleksi yang dibawakan. Kasihan desainer dan brand-nya, dong, kreasi mereka jadi nggak muncul secara sempurna kalau begitu. Kesadaran tentang penjiwaan peran oleh para model itu yang menurutku kurang di era media sosial ini.
 

DEWI: Bagaimana Anda mendefinisikan passion?
 
LAURA: it’s something that makes you wake up in the morning, and makes you feel grateful, so you can’t wait to create or to do something about it. Itu namanya hasrat. Jadi kita bangun tidur, kita bersyukur dan berterimakasih karena sudah diberi kesempatan satu hari lagi untuk melakukan sesuatu yang indah. Itu menurutku, ya.
 
Passion juga menurutku sesuatu yang memotivasi kita buat bangkit lagi saat kita ‘jatuh.’ Jadi saat kita mengalami kegagalan, atau penolakan, tentu kecewa itu ada; tapi kalau kita sudah tahu passion kita apa, kita bisa punya motivasi untuk bangkit kembali, karena kita tahu bahwa jatuh-bangun itu merupakan bagian dari proses menekuni passion.
 
Etos kerja yang bagus dan evaluasi diri menurut Laura perlu ada untuk bisa bertahan di satu profesi yang kita cintai


DEWI: Menurut Anda apakah cukup bagi seseorang bermodal passion saja untuk bisa bertahan di berbagai bidang, terutama di modelling?
 
LAURA: Menurut pengalaman saya, passion saja tidak cukup buat bisa bertahan di satu profesi. Passion saja tak cukup, talenta saja tak cukup, sekadar punya ketertarikan di modelling saja tak cukup.
 
Kita perlu punya mindset untuk mau belajar dan mengevaluasi diri. Jadi harus terus bertanya ke diri sendiri, “Apa, nih, yang saya bisa berikan lebih di hal-hal yang saya kerjakan?,” karena kalau tidak begitu, kita nggak berkembang. Lebih jauh lagi, orang-orang jadi tidak bisa menikmati hasil karya kita.

 
Laura (kanan) bersama dua rekannya sesama model, Dominique Diyose (kiri), dan Paula Verhoeven (tengah)

 
DEWI: Menurut pengalaman Anda, apa saja yang diperlukan agar bisa bertahan dan konsisten berkarya di bidang yang kita cintai?
 
LAURA: Talenta dan passion harus didukung dengan etos kerja yang bagus dan evaluasi diri. Tanpa hal itu, yang ada seseorang bisa tinggi hati karena sudah dielu-elukan orang, terutama di media sosial. Kalau sudah merasa hebat padahal masih panjang jalannya, itu yang bikin kita nggak berkembang lagi, apalagi bisa bertahan menjadi model.
 
Mempertahankan itu juga hal yang lebih susah daripada mencapai sesuatu. Bekerja di industri kreatif, industry seni, ‘warna’ kita itu penting sekali. Artinya kita harus punya, harus tahu, dan harus berani menunjukkan karakter diri, tapi jangan lupa bahwa kamu tidak hanya membawakan kamu. Kamu membawakan konsep yang ada.
 
Saat ini misalnya, saya membawakan konsep makeup dan busana yang telah disiapkan tim DEWI. Saya mengikuti apa yang ada di konsep itu, menjadi model untuk dipotret oleh fotografer.
 
This is my job. So, nggak bisa kita punya sekadar passion. Buat bisa bertahan, harus belajar gimana caranya bekerja sama dengan orang; kamu harus mengerti konsep apa yang mau kamu bawain. You have to keep growing.

 
Teks: Mardyana Ulva
Stylist: Jessica Esther
Asisten stylist: Carra Nethania
Fotografer: Andre Wiredja (@andrewiredja)
Busana: Toton, John Hardy
Make Up: Acha Pramono (@acha.mono)
Hairdo: Cosmelynn (@cosmelynn)
Lokasi: Studio Kha Pondok Indah (@studiokhapondokindah)

 


Topic

Celebrity

Author

DEWI INDONESIA