Salvita Decorte, Tentang Seni dan Menjadi Seniman
Salvita menyadari laku seni tidak lantas menjadikan seseorang seniman. Ada elemen lain yang entah apa. Pun dia menyadari pada akhirnya label itu bukan untuk ia definisikan untuk publik.
17 Apr 2020



Sang ayah sudah tentu memiliki pengaruh besar dalam karya Salvita Decorte. Seniman lain yang turut menjadi inspirasi adalah Frida Kahlo, Egon Schiele, dan Nashar. Perjalanan hidup Frida Kahlo menginspirasi Sal. Sedangkan, kesenangannya menggambar potret serupa seperti Schiele. Baginya, karya potret Schiele melukiskan kegelisahan yang menghibur. Di sisi lain, Nashar nampaknya menjadi seniman Indonesia paling membekas di benak setelah ayahnya. Dua lukisan Nashar ia temukan di studio ayahnya.

“Satu lukisan rumah dan satunya lagi landscape. Jujur, saya kurang menyukai lukisan landscape tapi saya merasa terkoneksi. Terutama cara dia beropini. Saya tidak pernah tahu siapa Nashar sebelum membaca buku peninggalan ayah,” ia mencoba mengingat. Kisah tentang Nashar dibuka lewat pernyataan Nashar adalah seniman miskin. “Waktu itu pemikirannya tergolong baru dikalangan masyarakat dan pecinta seni sehingga sangat jarang orang yang membeli lukisannya. Dia pun sepertinya enggan menjual. Biar hidup sulit, dia tak pernah mengubah arah berkeseniannya untuk hal lain. Cuma melukis saja yang dia sanggup. Setelah meninggal, baru orang melirik karyanya dan ia dikenal,” ujarnya. Di matanya Nashar menggambarkan sosok seniman sejati.

Lantas bagaimana dengan Sal? Suatu waktu seseorang menyebut Sal sebagai seniman. “Tidak, saya kurang nyaman dengan sebutan itu. Saya pikir tidak cukup pantas,” kata Sal. Hal ini juga yang menggantung dalam dirinya. Ia bertanya pada dirinya sendiri. “Apa saya benar-benar seniman?” ia mempertanyakan. Bagaimana seseorang bisa dikatakan seniman? Apakah cukup karena ia bisa melukis, bermain musik, atau berteater? Atau mereka yang menjadikan seni sebagai profesi untuk bertahan hidup? Jawabannya entah di mana. Ia sendiri tengah mencari kepastian. Saat ini, ia memilih berpegang pada pandangan bahwa seniman adalah seseorang seperti ayahnya dan Nashar. “Hidup matinya sebagai seniman. Mereka hidup dari dan untuk seni,” ujarnya.

Orang bebas memaknai suatu hal. Sebagaimana karya maupun wajahnya yang dilihat sebagai kesedihan, ia sadar akan keberagaman orang menerima pesan. Setiap individu punya pengalaman berbeda. Apa saja bisa ditemukan. Mungkin memang benar, tak ada yang salah dalam seni. Bagus atau jelek dan suka maupun tidak itu relatif. Kembali lagi, tergantung bagaimana pandangan masing-masing individu. Demikian pula dengan definisi seni. Filsuf Morris Weitz mengungkapkan, tidak hanya definisi seni yang memadai, apapun bisa menjadi definisi, karena seni adalah konsep terbuka yang tidak mungkin ada definisi nyata. Bukan karena belum ada yang cukup pintar untuk menemukan definisi yang tepat namun tidak ada definisi tepat untuk ditemukan. Semua bisa memaknai seni dengan bahasanya. “Bagi saya seni adalah hidup. Saya butuh dan inilah yang saya lakukan. Tidak hanya tentang lukisan atau film, tapi cara berpakaian dan bicara. Seni hadir pada apa saja. Bahkan, hidup merupakan seni itu sendiri,” katanya sambil tersenyum. (Wahyu Septiyani)

Pengarah Gaya: Karin Wijaya
Foto: Hilarius Jason
Tata Rias dan Rambut: Priscilla Rasjid
Busana: Chanel




 

 


Topic

Cover Story

Author

DEWI INDONESIA