Teknik Self-care dan Self-healing yang Menenangkan Untuk Para Caregivers
Ivy Batuta dan psikolog Rosdiana Setyaningrum berbagi tips self-care untuk para care-giver bagi orang-orang terdekat.
23 Feb 2022



Nirasha Darusman, seorang grief survivor, menuliskan pengalamannya menyintas masa berduka karena kehilangan empat orang anggota keluarganya, dalam bentuk buku berjudul “Lost and FoundA Journey Through Grief.” Dalam bukunya itu, Nirasha menggambarkan dukungan suami, kerabat dekat, serta para sahabat yang memotivasinya untuk bisa move on. Salah satu teman dekatnya itu adalah MC dan penyiar radio Ivy Batuta.
 
“Menjadi caregiver itu sebetulnya kita juga ikut draining, sih. Kebingungan juga, dan ikutan capek kalo si temen lagi berduka,” kenang Ivy. “Tapi (pengalaman) ini juga mengajarkan banyak soal berempati, dan menjadi orang yang bermanfaat buat orang lain.”
 
Caregiver adalah sebutan bagi mereka yang mendampingi orang yang mengalami keterbatasan—yang dalam hal ini bisa diartikan sebagai orang dengan gangguan psikologis seperti griefing yang dialami Nirasha. Menurut Ivy, keberadaan seorang teman yang hadir untuk mendengarkan keluh kesah itu bagi sebagian orang tampak menyulitkan, tetapi ia memahami bahwa proses berduka yang dialami seorang teman itu perlu dibantu untuk bisa dilalui, salah satunya dengan cara memberikan waktu dan perhatian untuknya berbagi cerita.
 
“Ya, coba aja kalau keadaannya dibalik, kita yang berduka. keberadaan teman di saat seperti itu bikin kita jadi lebih enak, kan?” ujarnya lagi.

 

Mendampingi sahabat yang sedang berduka

Ivy Batuta berbagi saran agar proses mendampingi teman yang sedang membutuhkan dukungan moral ini lebih nyaman bagi caregiver. Salah satunya adalah mengatur batasan dan mengetahui hal yang bisa dilakukan untuk ‘mengisi ulang daya’ kita.
 
“Caranya supaya nggak draining, itu kita cari apa yang kita suka. Lalu kalau setelah mendengar curhat si sahabat kita itu, harus recharge dengan melakukan apa yang kita suka itu,” sarannya.
 
“Yang penting jangan kita ketemu orang lagi supaya bisa “haha hihi” padahal malah bikin emosi kita lebih draining lagi. Jadi musti cari tahu apa yang bikin happy dan kita butuh buat bisa merasa ‘recharged’,” tambahnya.
 

Caregiver perlu self-care juga

Menurut psikolog Rosdiana Setyaningrum, penting bagi para caregiver untuk melakukan self-care secara rutin. Tujuannya adalah untuk memulihkan kelelahan mental (healing) yang dialaminya, setelah memberikan dukungan bagi orang terdekat dengan masalah kesehatan mental.

Caregiver atau pendamping grief survivor ini juga perlu self-care untuk ‘mengisi-ulang’ daya mereka, karena mendampingi pasangan atau sahabat yang memerlukan dukungan itu bisa terasa seperti menguras energi,” katanya pada acara peluncuran buku “Lost and Found “A Journey Through Griefkarya Nirasha Darusman tersebut.  

Tak harus memberikan solusi

Self-care dengan melakukan hal-hal yang kita sukai itu pun diakui oleh Rosdiana sebagai salah satu cara untuk ‘recharge’ yang bisa dilakukan oleh caregiver. Selain itu ia juga menambahkan bahwa menjadi seorang caregiver sebenarnya tak berarti seseorang harus bisa memberikan solusi.
 
“Yang penting itu sebenernya kita menemani mereka. Kita bilang ke temen kita itu, ‘Saya ada di sini buatmu, kapanpun kamu mau bercerita, telepon saja, ya,’ misalnya,” jelas Rosdiana,  “Karena bisa jadi orang-orang yang curhat itu hanya ingin didengarkan, bukan minta solusi.”
 
“Bisa juga kita tanya, ‘apa yang dibutuhkan?’ apa mereka lagi perlu didengerin, mau dibawain sesuatu yang dia suka,” imbuhnya. “Nanti kalau stage-nya udah lebih baik, baru kita bisa kita arahkan ke kegiatan yang dia sukai, untuk kembali ke pergaulan, kembali berolahraga, kembali bekerja, supaya di satu sisi teman kita itu bisa kembali merasa bahwa ‘oh, saya masih berharga buat orang lain,’ atau ‘masih ada orang yang membutuhkan saya.’”
 

Pijat tangan Jin Shin Jyutsu

Sependapat dengan cerita Ivy saat mendampingi seorang sahabat yang mengalami griefing, Rosdiana mengatakan bahwa seorang caregiver juga memerlukan self-care. Selain memiliki kegiatan yang disukai untuk self-healing setelah mendampingi sahabat yang berduka, Rosdiana menyarankan untuk melakukan pijat tangan yang berasal dari seni refleksologi kuno, Jin Shin Jyutsu.
 
Dalam seni refleksologi kuno, setiap jari terhubung dengan organ dan emosi yang berbeda-beda. Melakukan pemijatan di jari-jari tangan Anda bisa membantu memulihkan emosi karena teknik Jin Shin Jyutsu ini meningkatkan kebugaran fisik dan emosional. Teknik pijat tangan ini bisa dilakukan bagi Anda yang seorang care-giver bagi seorang dengan gangguan psikis, maupun untuk melakukan self-care secara umum.
 
“Cara melakukannya, genggam jari Anda satu per satu, dimulai dari ibu jari,” jelas Rosdiana. “Ini bisa dimulai dari jari kanan atau kiri, bebas, ya.”
 
Berikut ini cara melakukan pijat tangan Jin Shin Jyutsu tersebut:

1. menggenggam masing-masing jari selama 1-3 menit di masing-masing jari (Anda bisa melakukannya lebih cepat setelah terbiasa melakukan pijat tangan ini.
2. Mulai genggaman dari ibu jari hingga kelingking
3. Akhiri pemijatan dengan menekan bagian tengah telapak  tangan dengan ibu jari telapak tangan yang berlawanan. 
 

“Genggam tangan dengan lembut, seperti kita merasa seperti dibelai lembut, merasa emosi yang kita rasakan itu divalidasi,” sambung Rosdiana lagi.
 
Sama seperti teknik Butterfly Hug, stimulasi mandiri dengan melakukan pemijatan ini memberikan sensasi nyaman untuk diri kita. Teknik Butterfly Hug sendiri adalah teknik memeluk diri sendiri yang dilakukan untuk menenangkan emosi yang berapi-api.

Perayaan Valentine di bulan Februari kerap dijadikan momentum bagi banyak orang untuk menunjukkan cinta pada pasangan. Namun ada baiknya pula jika kita juga menggunakan momen Valentine kali ini untuk menunjukkan cinta pada diri sendiri, terutama bagi kita yang saat ini sedang menjadi seorang caregiver atau pendamping bagi orang yang memiliki masalah kesehatan mental.

 
MARDYANA ULVA
Foto: Pexels

 

 


Topic

Mental Health

Author

DEWI INDONESIA