Membangun Perdamaian Melalui Pendidikan di Poso
Cerita Lian Gogali seorang aktivis perempuan dan kemanusiaan
13 Apr 2015


“Sesudah kamu menulis tentang kami, lalu apa yang akan terjadi pada kami?” tanya seorang nenek yang Lian Gogali wawancarai di Silanca, Poso untuk penelitian tesisnya, Memori Politik Perempuan dan Anak dalam Konflik Poso. Pertanyaan sederhana itu membuatnya bertekad untuk melakukan sebuah tindakan. Lima tahun kemudian, pada tahun 2009, ia mendirikan Institut Mosintuwu, gerakan komunitas akar rumput di Poso. ‘Mosintuwu’, dalam bahasa Pamona, bahasa salah satu suku di Sulawesi Tengah, berarti kebersamaan. Tujuan lembaga ini membuat perempuan berdaulat atas hak-hak ekonomi, sosial, politik dan budayanya.

Lian Gogali, aktivis perempuan dan kemanusiaan ini, membuka Sekolah Perempuan Mosintuwu dan Project Sophia, perpustakaan keliling untuk anak-anak, sebagai jalan untuk membangun perdamaian di tingkat akar rumput melalui pendidikan. Diawali dengan lima orang murid yang belajar di teras rumahnya di Tentena, kini sekolah itu telah berkembang ke 42 desa, dengan murid berusia 25 tahun sampai 50 tahun. Ada delapan topik kurikulum yang diterapkan di sekolah tersebut, yaitu agama, toleransi dan perdamaian, gender, perempuan dalam budaya, ketrampilan berbicara dan bernalar, perempuan dan politik, hak layanan masyarakat, hak ekonomim sosial, budaya dan hak sipil politik, masyarakat dan ekonomi  komunitas. Ia ingin sekolah ini menyediakan tempat bagi perempuan dari berbagai agama untuk berdiskusi dan berdebat secara terbuka, agar ada ruang untuk berkomunikasi dan mengklarifikasi.

Pada 25-27 Maret 2014, Lian menyelenggarakan kongres perempuan pertama di Poso, yang melibatkan ratusan perempuan dari 70 desa dan 14 kecamatan. Harapannya agar mereka juga kelak dapat terhubung dengan para perempuan di seluruh dunia untuk mengupayakan perdamaian, meningkatkan suara perempuan dalam rumah tangga dan arena politik. Berkat perjuangannya yang tak kenal lelah, Lian menerima Coexist Prize pada 2012, sebuah penghargaan yang diberikan kepada individu-individu yang berkontribusi dalam menjalin kesepahaman antar umat beragama. Ia juga meraih Ashoka Fellow dari Ashoka, salah satu jaringan terbesar wirausaha sosial dunia. Dana dari penghargaan ini digunakannya untuk mengembangkan wisata alam di Poso, membuka pabrik coklat di kawasan yang terkenal dengan kakao, dan pengembangan ekonomi sekolah perempuan. (TITANIA VEDA) Foto: Dok. Femina

 

Author

DEWI INDONESIA