Babak Baru Panggung Mode: Pergulatan Antara Kalender dan Relevansi Fashion Show
Relevansi gelaran peragaan busana dan kalender koleksi mode dipertanyakan. Di era digital yang serba cepat, perlukah hal-hal lama tersebut tetap dipertahankan?
23 Jun 2020


 

Suasana dalam salah satu peragaan Ermenegildo Zegna. Foto: Dok. Zegna.


Untuk itu, dunia mode tanpa panggung peragaan kini sangat mungkin menjadi masa depan baru bisnis mode secara global. Panggung mode yang dibangun dengan mahal untuk pekan mode--contoh saja, bagaimana Chanel membuat pantai hingga hutan tropis di Grand Palais beberapa waktu lalu--hingga ongkos bepergian ratusan dan ribuan undangan dari seluruh dunia untuk berkumpul di Paris, Milan, New York, hingga London selaku empat pekan mode terbesar di dunia kini dianggap eksesif.

Belum lagi cinderamata yang disediakan untuk mereka yang menonton, ataupun berapa banyak kertas yang digunakan untuk mencetak catatan koleksi bagi mereka yang hadir? Berapa besar jejak karbon yang dibutuhkan ratusan orang untuk berkumpul dari seluruh dunia dalam sebuah peragaan rumah mode besar? Atau, seperti yang diutarakan oleh Anthony Vaccarello, untuk apa kita menaati sebuah kalender yang dibuat di masa lalu, saat situasinya saat ini sudah berbeda?

Pertanyaan-pertanyaan itu kini berkecamuk dalam benak banyak orang yang terjun dalam bisnis mode. Akan tetapi, tiga platform besar pekan mode dunia sudah mengirimkan sinyal, kalau presentasi koleksi secara digital mungkin dilakukan. London Fashion Week menggelar pekan mode secara online untuk pertama kalinya sepanjang 40 tahun sejarahnya.

Paris Fashion Week dan Milan Fashion Week juga memutuskan untuk menggelar presentasi koleksi secara digital. Dua pekan mode ini juga bertukar jadwal. Jika biasanya Paris menjadi penutup rangkaian pekan mode, kini Milan yang menjadi penutup pada Juni mendatang.    

Paris Fashion Week untuk koleksi pria dijadwalkan akan berlangsung pada 9-13 Juli 2020 dengan konsep konten berupa video saja. Ini berbeda dengan London yang menawarkan kemungkinan konten yang lebih beragam dan bahkan mengizinkan desainer womenswear untuk ikut serta dalam pekan digital yang mereka adakan. London sendiri akan menggelar pekan mode digital pada 12-14 Juni 2020, dan Milan pada 14-17 Juli 2020.

Dalam agenda digital ini, Paris Fashion Week disebut lebih terstruktur untuk kepentingan bisnis ketimbang hanya berupa parade konten. Vogue melansir kalau Paris Fashion Week kemungkinan besar akan menuju ke arah yang lebih serius, mirip seperti pekan mode secara fisik. Bahkan mereka juga menyediakan virtual showroom bekerjasama dengan platform Sphere.  

Sementara itu Corine Roitfeld lewat program CR Runway miliknya mencoba sebuah konsep yang disebut runway from home. Bekerjasama dengan amfAR dan juga YouTube sebagai platform utama, Corine menghimpun sejumlah besar supermodel dunia untuk memperagakan busana high-fashion dari rumah mereka sendiri. Tercatat Eva Herzigova, Karlie Kloss, Halima Aden, Alessandra Ambrosio, Joan Smalls, Irina Shayk hingga Ashley Graham ikut serta dalam peragaan dari rumah untuk donasi COVID-19 ini.

Di Asia, peragaan busana secara online, atau menonton siaran langsung peragaan bukanlah sesuatu yang baru. Tokyo Fashion Week yang membatalkan agenda peragaan koleksi musim gugur dan musim dingin pada Maret 2020 lalu, memutuskan untuk segera memindahkan peragaan dalam format digital. Langkah berani Tokyo sepertinya menjadi dasar pengambilan keputusan pekan mode dunia lainnya untuk melakukan langkah serupa. Begitu juga dengan Shanghai Fashion Week yang merilis versi digital peragaan mereka dan menjadi contoh beberapa pekan mode lain untuk melakukan langkah serupa. (Subkhan J. Hakim) Foto: Getty, Zegna

Artikel ini sebelumnya juga tayang di Majalah Dewi Edisi Juni 2020


 










 

 


Topic

Runway, Peragaan Busana

Author

DEWI INDONESIA